SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
“Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”
Disusun oleh:
Kelompok IX TB.E
Qurriyatul Munawwaroh 210311149
Siang Suryaningtias 210311150
Nikmatul Laily 210311171
Putut Prasetyo 210311181
Dosen pengampu:
Yusmicha Ulya Afif,
M. Pd I
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
MARET 2013
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Madrasah
Madrasah berasal dari Bahasa Arab yang artinya tempat belajar.
Padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhususkan
lagi sekolah-sekolah agama Islam. Dalam Shorter Encyclopedia of Islam,
madrasah diartikan: Name of institution where the Islamic science are
studied.[1]
Ciri-ciri madrasah, yaitu:
1.
Lembaga
pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan sekolah.
2.
Mata
pelajaran agama di madrasah dijadikan mata pelajaran pokok, disamping diberikan
mata pelajaran umum.
3.
Sekolah
yang berciri khas agama islam.[2]
B.
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Menelaah sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia
tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase madrasah di Indonesia
dapat dibagi kepada tiga fase:
1.
Fase
pertama, mulai tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke
Indonesia sampai munculnya zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Fase awal munculnya pendidikan informal, yang dipentingkan pada tahap awal
yaitu pengenalan nilai-nilai Islami, selanjutnya baru muncul lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang diawali dengan munculnya masjid-masjid dan
pesantren-pesantren. Ciri yang menonjol pada fase ini adalah:
a)
Materi
pelajaran terkonsentrasi kepada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu agama,
seperti tauhid, fiqh, tasawuf, akhlaq, tafsir, hadits dan lain-lain yang
sejenis dengan itu, pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahsan-pembahasan
kitab klasik yang berbahasa Arab.
b)
Metodenya
sorogan, wetonan, dan mudzakarah.
c)
Sistemnya
non klasikal yakni dengan memakai sistem halaqah. Outputnya akan menjadi ulama,
kyai, ustadz, guru agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan
dari tingkat yang paling tinggi sampai ke tingkat pengurusan soal-soal yang
berkenaan dengan fardhu kifayah ketika seorang meninggal dunia, di masyarakat
Jawa dikenal peristilahan modin.
2.
Fase
kedua, adalah fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke
Indonesia. Inti dari gerakan pembaharuan itu adalah berupaya untuk mengadopsi
pemikiran pendidikan modern yang berkembang di dunia Timur Tengah di kembangkan
di Indonesia, berupa madrasah. Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam
bentuk madrasah dilatar belakangi oleh dua faktor penting, yaitu:
a)
Faktor
intern, yakni kondisi masyarakat muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang
dalam dunia pendidikan mendorong semangat beberapa orang pemuka-pemuka
masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaharuan pendidikan Islam
tersebut.
b)
Faktor
ekstern, yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu
agama ke Timur Tengah, dan setelah mereka kembali ke Indonesia mereka memulai
gerakan-gerakan pembahruan dalam bidang pendidikan.[3]
Di Sumatera
muncul antara lain Madrasah Adabiyah yang didirikan di Padang oleh Syaikh
Abdullah Ahmad pada tahun 1908. Sementara itu pada tahun1910 Syaik M. Taib Umar
juga mendirikan Madrasah Schoel di Batusangkar. Di Jambi, H. Abd. Somad,
seorang ulama besar keluaran Makkah mendirikan pesantren dan Madrasah Nurul Iman
(1913).
Di antara para
ulama yang berjasa dalam perkembangan madrasah di Indonesia antara lain: Syaikh
Amrullah Ahmad (1907) di Padang, K.H. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H.
Wahab Hasbullah bersama K.H. Mas Mansyur (1914) di Surabaya, K.H. Hasyim Ashari
(1919) mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebuireng Jombang.[4]
Di Indonesia,
dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam bentuk sekolah sekuler
yang dikembangkan oleh penjajah munculkan gerakan pembaharuan akhir abad 19.
Respon atas tantangan ini lebih bersifat isolatif, dimana madrasah hanya
mengkhususkan pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan hampir tidak mengajarkan
sama sekali mata pelajaran umum. Kehadiran madrasah pada awal abad 20 dapat
dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi
mata pelajaran non keagamaan.
3.
Fase
ketiga, adalah fase masuknya madrasah dalam system pendidikan nasional, dimana
madrasah menjadi bagian pendidikan nasional, sehingga pemerintah ikut
memperhatikan tumbuh kembangnya madrasah di Indonesia.
Di dalam Undang-undang sistem
Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 dikatakan bahwa: Jenis pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah di antaranya adalah terdiri atas pendidikan
keagamaan, dan Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajran agama yang bersangkutan. Sementara dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah
menengah umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah adalah
sekolah menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama.
Dengan dimasukkannya madrasah di
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, ini menunjukkan bahwa madrasah
menjadi tanggungjawab Pemerintah.
Dalam rangka memperkokoh eksistensi
madrasah sebagai penyelenggara kewajiban belajar, bahwa belajar di
sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap
telah memenuhi kewajiban belajar. Untuk itu, pemerintah menggariskan
kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk
menyelenggarakan kewajiban belajar, harus terdaftar pada Kementerian agama,
dengan syarat madrasah yang bersangkutan harus memberikan pelajaran agama
sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu, secara teratur
disamping mata pelajaran umum.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada
Madrasah. Melalui SKB ini, madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama
dengan sekolah-sekolah umum dalam system pendidikan nasional, sehingga lulusan
dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah umum, dari tingkat dasar
sampai ke perguruan tinggi.
Dalam SKB juga dirumuskan mengenai
batasan dan perjenjangan madrasah. Yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga
pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran
dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.[5]
C.
Jenis-jenis
Madrasah
Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.
Madrasah
Diniyah adalah suatu madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).
Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi
siswa yang belajar di sekolah umum. Madrasah ini terbagi menjadi tiga jenjang
pendidikan:
a)
Madrasah
Diniyah Awaliyah untuk siswa-siswa Sekolah Dasar (4 tahun).
b)
Madrasah
Diniyah Wustho tuk siswa-siswa Sekolah Lanjutan Pertama (3 tahun).
c)
Madrasa
Diniyah ‘Ulya untuk siswa-siswa Sekolah Lanjutan Atas (3 tahun).
Madrasah ini dibentuk dengan Keputusan Menteri Agama Tahun 1964,
materi yang diajarkan seluruhnya adalah ilmu-ilmu agama. Madrasah ini merupakan
sekolah tambahan bagi siswa yang bersekolah di sekolah umum.
2.
Madrasah,
sekolah yang berciri khas agama Islam. Madrasah ini terdiri dari tiga tingkatan
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Programnya sama
dengan sekolah, hanya saja diberikan bobot pendidikan agama yang lebih banyak
dibandingkan sekolah umum.
3.
Madrasah
Keagamaan, yakni madrasah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
penguasaan pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan.[6]
D.
Metode
Madrasah
Dalam rangkaian sistem pengajaran,
metode menempati urutan setelah materi kurikulum penyampaian materi tidak
berarti apapun tanpa melibatkan metode. Metode selalu mengikuti materi dalam
arti menyesuaikan corak dan bentuknya, sehingga metode akan selalu mengalami
transformasi. Sepertihalnya materi metode hanya sebagai alat bukan tujuan.
Metode pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem
pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern.
Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah
bidang pengajaran tertentu. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di
madrasah metode yang digunakan sangat bervariasi tergantung dari guru dan
materi yang akan dipelajari. Diantaranya adalah: metode demonstrasi, metode
ceramah, metode diskusi, pemberian tugas dan lain sebagainya.
[1] Haidar
Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta:
PT Tiara Wacana, 2001), 59.
[2] Ibid,
61.
[3]
Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, (Kediri: STAIN
Kediri Press, 2009), 56-58.
[4]
Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), 18-19.
[5]
Nur Ahid, Problematika…, 60-61
[6]
Haidar Putra Daulay, Historisitas…, 61-62
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Andi Syamsu,
dkk. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta:
Kencana, 2008
Hasan,
Ali. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Rasyid,
Hamdan. Fiqih Indonesia, Jakarta:
PT. Al-Mawardi Prima, 2003.
Sudrajat,
Ajat. Fikih aktual, Ponorogo: STAIN Po Press, 2008.
Zuhdi, Masifuk. Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung, 1997.