Minggu, 12 Juni 2016

semester 4 SPI di Indonesia

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia




Disusun oleh:
Kelompok IX TB.E

Qurriyatul Munawwaroh     210311149
Siang Suryaningtias              210311150
Nikmatul Laily                      210311171
Putut Prasetyo                       210311181


Dosen pengampu:
Yusmicha Ulya Afif, M. Pd I

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
MARET 2013


 BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Madrasah
Madrasah berasal dari Bahasa Arab yang artinya tempat belajar. Padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhususkan lagi sekolah-sekolah agama Islam. Dalam Shorter Encyclopedia of Islam, madrasah diartikan: Name of institution where the Islamic science are studied.[1]
Ciri-ciri madrasah, yaitu:
1.      Lembaga pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan sekolah.
2.      Mata pelajaran agama di madrasah dijadikan mata pelajaran pokok, disamping diberikan mata pelajaran umum.
3.      Sekolah yang berciri khas agama islam.[2]
B.     Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
Menelaah sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase madrasah di Indonesia dapat dibagi kepada tiga fase:
1.      Fase pertama, mulai tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke Indonesia sampai munculnya zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Fase awal munculnya pendidikan informal, yang dipentingkan pada tahap awal yaitu pengenalan nilai-nilai Islami, selanjutnya baru muncul lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diawali dengan munculnya masjid-masjid dan pesantren-pesantren. Ciri yang menonjol pada fase ini adalah:
a)      Materi pelajaran terkonsentrasi kepada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu agama, seperti tauhid, fiqh, tasawuf, akhlaq, tafsir, hadits dan lain-lain yang sejenis dengan itu, pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahsan-pembahasan kitab klasik yang berbahasa Arab.
b)      Metodenya sorogan, wetonan, dan mudzakarah.
c)      Sistemnya non klasikal yakni dengan memakai sistem halaqah. Outputnya akan menjadi ulama, kyai, ustadz, guru agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan dari tingkat yang paling tinggi sampai ke tingkat pengurusan soal-soal yang berkenaan dengan fardhu kifayah ketika seorang meninggal dunia, di masyarakat Jawa dikenal peristilahan modin.
2.      Fase kedua, adalah fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia. Inti dari gerakan pembaharuan itu adalah berupaya untuk mengadopsi pemikiran pendidikan modern yang berkembang di dunia Timur Tengah di kembangkan di Indonesia, berupa madrasah. Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam bentuk madrasah dilatar belakangi oleh dua faktor penting, yaitu:
a)      Faktor intern, yakni kondisi masyarakat muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang dalam dunia pendidikan mendorong semangat beberapa orang pemuka-pemuka masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaharuan pendidikan Islam tersebut.
b)      Faktor ekstern, yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu agama ke Timur Tengah, dan setelah mereka kembali ke Indonesia mereka memulai gerakan-gerakan pembahruan dalam bidang pendidikan.[3]
Di Sumatera muncul antara lain Madrasah Adabiyah yang didirikan di Padang oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1908. Sementara itu pada tahun1910 Syaik M. Taib Umar juga mendirikan Madrasah Schoel di Batusangkar. Di Jambi, H. Abd. Somad, seorang ulama besar keluaran Makkah mendirikan pesantren dan Madrasah Nurul Iman (1913).
Di antara para ulama yang berjasa dalam perkembangan madrasah di Indonesia antara lain: Syaikh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, K.H. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H. Wahab Hasbullah bersama K.H. Mas Mansyur (1914) di Surabaya, K.H. Hasyim Ashari (1919) mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebuireng Jombang.[4]
Di Indonesia, dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam bentuk sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah munculkan gerakan pembaharuan akhir abad 19. Respon atas tantangan ini lebih bersifat isolatif, dimana madrasah hanya mengkhususkan pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan hampir tidak mengajarkan sama sekali mata pelajaran umum. Kehadiran madrasah pada awal abad 20 dapat dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non keagamaan.
3.      Fase ketiga, adalah fase masuknya madrasah dalam system pendidikan nasional, dimana madrasah menjadi bagian pendidikan nasional, sehingga pemerintah ikut memperhatikan tumbuh kembangnya madrasah di Indonesia.
Di dalam Undang-undang sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 dikatakan bahwa: Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah di antaranya adalah terdiri atas pendidikan keagamaan, dan Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajran agama yang bersangkutan. Sementara dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah adalah sekolah menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.
Dengan dimasukkannya madrasah di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, ini menunjukkan bahwa madrasah menjadi tanggungjawab Pemerintah.
Dalam rangka memperkokoh eksistensi madrasah sebagai penyelenggara kewajiban belajar, bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Untuk itu, pemerintah menggariskan kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan kewajiban belajar, harus terdaftar pada Kementerian agama, dengan syarat madrasah yang bersangkutan harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu, secara teratur disamping mata pelajaran umum.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. Melalui SKB ini, madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam system pendidikan nasional, sehingga lulusan dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah umum, dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi.
Dalam SKB juga dirumuskan mengenai batasan dan perjenjangan madrasah. Yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.[5]
C.     Jenis-jenis Madrasah
Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.      Madrasah Diniyah adalah suatu madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum. Madrasah ini terbagi menjadi tiga jenjang pendidikan:
a)      Madrasah Diniyah Awaliyah untuk siswa-siswa Sekolah Dasar (4 tahun).
b)      Madrasah Diniyah Wustho tuk siswa-siswa Sekolah Lanjutan Pertama (3 tahun).
c)      Madrasa Diniyah ‘Ulya untuk siswa-siswa Sekolah Lanjutan Atas (3 tahun).
Madrasah ini dibentuk dengan Keputusan Menteri Agama Tahun 1964, materi yang diajarkan seluruhnya adalah ilmu-ilmu agama. Madrasah ini merupakan sekolah tambahan bagi siswa yang bersekolah di sekolah umum.
2.      Madrasah, sekolah yang berciri khas agama Islam. Madrasah ini terdiri dari tiga tingkatan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Programnya sama dengan sekolah, hanya saja diberikan bobot pendidikan agama yang lebih banyak dibandingkan sekolah umum.
3.      Madrasah Keagamaan, yakni madrasah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penguasaan pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan.[6]


D.    Metode Madrasah
Dalam rangkaian sistem pengajaran, metode menempati urutan setelah materi kurikulum penyampaian materi tidak berarti apapun tanpa melibatkan metode. Metode selalu mengikuti materi dalam arti menyesuaikan corak dan bentuknya, sehingga metode akan selalu mengalami transformasi. Sepertihalnya materi metode hanya sebagai alat bukan tujuan. Metode pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang pengajaran tertentu. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di madrasah metode yang digunakan sangat bervariasi tergantung dari guru dan materi yang akan dipelajari. Diantaranya adalah: metode demonstrasi, metode ceramah, metode diskusi, pemberian tugas dan lain sebagainya.



[1] Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001), 59.
[2] Ibid, 61.
[3] Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), 56-58.
[4] Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 18-19.
[5] Nur Ahid, Problematika…, 60-61
[6] Haidar Putra Daulay, Historisitas…, 61-62
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Andi Syamsu, dkk. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2008
Hasan, Ali. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Rasyid, Hamdan. Fiqih Indonesia, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003.
Sudrajat, Ajat. Fikih aktual, Ponorogo: STAIN Po Press, 2008.
Zuhdi, Masifuk.  Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997.


psikologi belajar siang

KEGIATAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI
MADRASAH DINIYAH AL-HIKMAH

A.    Sejarah
Madrasah Diniyah Al-Hikmah, bertempat di Desa Patuk, Baosan Kidul. Kecamatan Ngrayun Ponorogo, tepatnya di Masjid Ar-Rahman, madrasah ini menampung kira-kira 20-30 anak dari anak TK sampai SMP, Madrasah ini mula-mula muncul pada tahun 1998/1999, yang pada awalnya pendidikan ini berada dirumah-rumah para ustadz / ustadzah yang mengajar secara bergantian. Dan kegiatan belajar inipun berjalan dengan sangat sederhana, dan dengan apa adanya dan dengan mata pelajaran yang sederhana pula, hal ini berjalan hingga beberapa tahun, hingga pada suatu saat berkat usul dari beberapa kalangan pendidikan ini pindah kesebuah sekolah yakni Madrasah Tsanawiyah Al-Hikmah, disinipun juga berjalan hingga beberapa tahun, dan mulai bulan Januari pindah ke Masjid Ar-Rohman tersebut. Keadaan ini terjadi karena madrasah ini belum memiliki gedung sendiri.

B.     Stuktur Keorganisasian
Penanggungjawab : Katmujianto
Ketua                    : Soiran
Bendahara             : Erina
Sekretaris              : Siang Suryaningtias
Ustadz/Ustadzah  : - Soiran
                                - Erina
                                - Khoirun Nisa Nur’awali
                                - Siang Suryaningtias

C.     Kurikulum
Materi I     :
1.      Iqra’ dan Al-Qur’an.
Materi II    :
1.      Bahasa Arab
2.      Fiqih
3.      Aqidah Akhlak
4.      Al-Qur’an Hadits
5.      Sejarah Kebudayaan Islam

D.    Kegiatan per hari
Santri masuk mulai pukul 14.00-16.00 pada hari rabu, jum’at dan ahad.
·         Membaca Iqra’ dan Al-Qur’an (Materi I) dengan metode sorogan.
·         Dilanjutkan dengan materi II
·         Kemudian melaksanakan sholat Ashar berjamaah
·         Selanjutnya, Pulang.

E.     Faktor Pendukung
Ø  Sudah tersedianya bahan ajar, tersedia buku-buku pelajaran.
Ø  Semangat para peserta didik untuk belajar
Ø  Semangan para ustadz/ustadzah yang ada

F.      Faktor Penghambat
Ø  Belum tersedianya sarana prasarana pembelajaran, seperti: meja, tempat duduk, papan tulis yang memadai, dll.
Ø  Dari segi pendidik dan kegiatan kurang efektif dan kurang terorganisir.



Saran

Mungkin jika ditambah adanya sarana prasarana yang menunjang dalam pembelajaran, seperti meja, kursi, papan tulis, dengan begitu mungkin akan lebih mempermudah siswa/santri dalam belajar dan tentunya akan sangat membantu atau mendukung tercapainya pembelajaran yang efektif.

semester 4 psikologi belajar

KEGIATAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
DI TPQ SUNAN DERAJAT
KEDUNGBANTENG SUKOREJO PONOROGO

Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir
pada mata kuliah “Psikologi Belajar”







Disusun oleh:
Qurriyatul Munawwaroh                 210311149


Dosen pengampu:
Dra. Hj. Futiati Romlah, MSI

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO

JUNI 2013

PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI TPQ SUNAN DERAJAT
A.    Sejarah TPQ Sunan Derajat
TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an) adalah salah satu organisasi yang banyak menjamur di masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan agama pada anak-anak.
Sejarah TPQ Sunan Derajat ini dimulai dari inisiatif dari salah seorang warga yang bernama Tentrem kemudian dimusyawarahkan dengan warga dusun. Sehingga pada tahun 2001 tepatnya pada bulan April mulai diselenggarkan.
TPQ ini dinamai Sunan Derajat karena diambil dari nama salah satu Pondok Pesantren di Kediri, yang merupakan tempat bapak Tentrem belajar. Tujuannya supaya mendapatkan barokahnya Kyai di Pondok Pesantren di Kediri tersebut. Dan juga supaya santri-santriwati yang belajar disini mendapat derajat dari Allah SWT.
B.     Letak Geografis
TPQ Sunan Derajat ini terletak di Desa Ndinan, Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Kegiatan pembelajaran di TPQ ini berlangsung di Masjid Al-Hidayah.
C.     Perkembangan TPQ Sunan Derajat
v  Tahun 2001
Diawal berdirinya ini santri berjumlah 35 orang dengan pelajaran Iqra’ dan berjalan cukup lancar, santri sangat semangat dalam belajar.
v  Tahun 2002
Jumlah santri menurun dikarenakan pengaruh dari teman-temannya yang lebih suka bermain daripada mengaji. Pada tahun ini mata pelajaran sudah bertambah seperti tauhid, akhlaq, bahasa Arab, Syi’ir Ngidi Susilo dan sebagainya.
v  Tahun 2003
Jumlah santri meningkat kembali karena dari Guru Agama di SD yang sangat menganjurkan muridnya untuk belajar Agama Islam terutama baca tulis Arab di lingkungannya. Mata pelajaran seperti pada tahun sebelumnya, kecuali Iqra’ karena dirasakan sulit mempelajarinya, sehingga dengan metode baru yaitu An-Nahdliyah.
v  Tahun 2004-2013
Jumlah santri pasang surut disebabkan banyak hal.
D.    Struktur Keorganisasian di TPQ Sunan Derajat
Penanggungjawab                         : Sahuri
Kepala TPQ                                  : Sihabudin
Sekretaris                                      : Ulfa Mariyana
Bendahara                                     : Liana Maesaroh
Koordinator bidang-bidang          : 1. Bidang Kurikulum  : Tentrem Nur Ichsan
  2. Bidang Pendidikan : Qurriyatul Munawwaroh
      Ustadz/Ustadzah                          : 1. Tentrem Nur Ichsan
`                                                            2. Sihabudin
                                                              3. Ulfa Mariyana
                                                              4. Liana Maesaroh
                                                              5. Qurriyatul Munawwaroh
                                                              6. Sri Intan Nurfaidah
                                                              7. Sa’adah Astiana
                                                              8. Rini Ardianasari
                                                              9. Eka Sriwahyuni
                                                            10. Ira Agustin              
C.  Pendidik dan Anak didik
Di TPQ Sunan Derajat ini terdapat banyak pendidik, namun masih belum berkompeten dalam mengajar atau belum bisa mengelola kelas atau anak didik. Terbukti dengan anak didik yang masih selalu ramai ketika diajar. Dan terkadang tidak menghormati gurunya.
Disini juga masih ada pendidik yang agak keras terhadap santrinya sehingga para santri ini merasa tertekan dan tidak suka. Mungkin inilah yang perlu diperbaiki, karena bagaimanapun anak kecil itu tidak suka disikapi dengan keras, mereka butuh kasih sayang. Karena sebenarnya mereka belum mengerti dan dunia mereka berbeda dengan dunia orang dewasa. Dan hukuman itu sebaiknya tidak usah dipakai, karena itu tidak akan membuat mereka jera. Kalaupun mereka sudah tidak melakukan kesalahannya, sebenarnya hati mereka tidak benar-benar sadar, tetapi mereka takut akan hukuman. Masih ada cara yang lebih baik untuk menyadarkan mereka akan kesalahannya.
Dari segi anak didik, santri di TPQ Sunan Derajat ini berjumlah kurang lebih 20 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari anak Taman Kanak-kanak (TK) sampai SD kelas 5.
D.    Faktor Pendukung
Ø  Semangat dari orangtua santri / harapan yang besar dari mereka terhadap TPQ Sunan Derajat sehingga memacu semangat dari semua yang terlibat dalam TPQ Sunan Derajat ini.
Ø  Semangat dari para ustadz/ustdzah.
Ø  Semangat dari para santriwan-santriwati.
Ø  Guru Agama Islam SD .
E.     Faktor Penghambat
Adapun faktor yang dapat menghambat kegiatan di TPQ Sunan Derajat ini diantaranya:
Ø  Kurangnya buku-buku pelajaran.
Ø  Bercampurnya murid yang besar dengan yang kecil dalam 1 kelas sehingga sulit dalam pengelolaanya.
Ø  Kurangnya sarana prasarana.
F.      Kurikulum
Materi I                 : 1. Al-Qur’an
                                2. An-Nahdliyah
Materi II                : 1. Fiqih
                                2. Akhlaq
                                3. Tauhid
                                4. Hafalan do’a-do’a dan surat pendek
                                5. Ngidi Susilo
                                6. Bahasa Arab
Ekstrakurikuler      : 1. Hadroh
                                2. Lukis
G.    Kegiatan pembelajaran perhari
Pembelajaran di TPQ ini berjalan mulai dari hari Senin-Kamis pukul 14.45-16.45.
ü  Pukul 14.45-15.30 Pembelajaran dengan Materi I
ü  Pukul 15.30-16.15 Pembelajaran dengan Materi II
ü  Pukul 16.15-16.25 Istirahat
ü  Pukul 16.25-16.45 Sholat Asyar Berjamaah
ü  Pukul 16.45 Pulang.
Untuk hari Ahad kegiatannya yaitu Hadroh.
H.    Sarana Prasarana
Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di TPQ Sunan Derajat diadakan di teras Masjid, dengan sarana prasarana bangku atau meja dan papan tulis dan buku An-Nahdliyah dan juga Al-Qur’an.
I.       Saran
Supaya kegiatan pembelajaran bisa berlangsung dengan efektif, sebaiknya dijadikan beberapa kelas, sehingga memudahkan dalam memberikan pengajaran. Dan juga santri perlu di motivasi dan apa saja yang membuat mereka bahagia atau merasa senang walaupun sebenarnya mereka sedang belajar.
Sebaiknya santrinya ditarik biaya sehingga bisa membeli buku-buku dan berbagai media yang bisa memudahkan dalam pembelajaran.