Sabtu, 30 Maret 2013

Makalah IPI Aqliyah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seorang bayi yang baru lahir adalah makhluk Allah SWT yang tidak berdaya senantiasa memerlukan pertolongan untuk dapat melangsungkan hidupnya di dunia ini.
Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dianugerahkan oleh Allah SWT panca indera, pikiran, dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu pengetahuan, memiliki ketrampilan dan sikap tertentu melalui proses kematangan dan belajar terlebih dahulu. Untuk mencapai hal yang diinginkan itu dapat diusahakan melalui pendidikan.
Pendidikan agama Islam adalah ikhtiyar manusia dengan jalan bimbingan dan pimpinan untuk membantu dan mengarahkan fitrah agama si anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ajaran Islam.
Maka dari itu, konsep pendidikan agama Islam mencakup tiga aspek yaitu tarbiyah aqliyah, khuluqiyah dan jismiyah, guna tercapainya insan kamil.[1] Namun dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang tarbiyah aqliyah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Tarbiyah Aqliyah?
2.      Bagaimana Pandangan Al-Qur’an tentang Akal?
3.      Bagaimana Tarbiyah Aqliyah dalam Pendidikan Islam?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tarbiyah Aqliyah
Perkataan al-‘aql dalam bahasa Arab berarti pikiran dan intelek. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itu dijadikan kata majemuk akal pikiran. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan.[2]
Fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu:
1.      Akal adalah penahan nafsu.
2.      Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
3.      Akal adalah petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan.
4.      Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
5.      Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang akan dihadapi.[3]
Pendidikan intelektual (al-Tarbiyah al-‘Aqliyah) adalah peningkatan pemikiran akal dan latihan secara teratur untuk berpikir benar. Pendidikan Intelektual akan mampu memperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh dan realita secara tepat dan benar. Hal ini akan menghasilkan keputusan atas segala sesuatu yang dipikirkan menjadi tepat dan benar.[4]
Tarbiyah aqliyah (IQ Learning) sering dikenal dengan pendidikan rasional, Intelegence Question Learning merupakan pendidikan yang mengedepankan kecerdasan akal. Tujuan dalam pendidikan ini adalah bagaimana mendorong anak berfikir secara logis terhadap apa yang di lihat dan di indera oleh mereka. Input, proses dan output pendidikan di orientasikan pada rasio, bagaimana anak bisa membuat analisis, penalaran, untuk menjustifikasi suatu masalah.[5]
Hasbi Ash-Shidiqi mengatakan, Tarbiyah Aqliyah, yaitu sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal menajamkan otak semisal ilmu berhitung.[6] Dari konsep di atas misalnya; melatih indera untuk membedakan hal yang diamati, mengamati terhadap hakekat apa yang diamati, mendorong anak bercita-cita dalam menemukan suatu yang berguna, dan melatih anak untuk memberikan bukti terhadap apa yang mereka simpulkan.
Dalam dunia pendidikan kemampuan akal manusia atau anak didik dikenal dengan istilah kognitif. Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognisi ialah memperoleh penataan dan penggunaan pengetahuan. Kognitif sebagai salah satu aspek psikologis yang berpusat di otak meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah.
Mendidik akal, tidak lain adalah mengaktualkan potensi dasarnya. Potensi dasar itu sudah ada sejak manusia lahir, tetapi masih berada dalam alternatif berkembang menjadi akal yang baik, atau sebaliknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dengan pendidikan yang baik, akal masih berupa potensi akhirnya menjadi akal yang siap dipergunakan.[7]
B.     Pandangan Al-Qur’an tentang akal
Al-Qur’an melukiskan orang yang berakal yang mau mendengarkan dan berpikir, sebagai berikut:
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Q.S Az-Zumar: 18).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Q,S Al-Imran: 190).
Al-Qur’an mengecam orang-orang yang lalai yang tidak menggunakan akalnya, menutup dirinya dari pintu ma’rifat dan cahaya. Al-Qur’an menilai mereka lebih rendah dari binatang.[8]
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (Q.S Al-A’raf: 179).
Al-Qur’an mengeluarkan akal dari keterkurungan dan menyerunya untuk berpikir dan merenungi ciptaan Allah Yang Mahaindah, baik di langit maupun di bumi. Al-Qur’an menjadikan alam sebagai obyek bagi akal untuk berpikir, dan mengambil pelajaran.[9]
Al-Qur’an mengandung banyak ayat dengan anjuran berpikir atu peringatan untuk orang-orang berakal. Artinya, ayat-ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal, tidak kepada orang-orang yang tidak berkeinginan untuk bertafakur.[10]
Demikianlah dalam rangka merealisasikan keimanan dan ketundukan kepada Allah, melalui perenungan atas kebesaran-Nya, pendidikan Islam mengajak manusia untuk memanfaatkan akal dalam berargumentasi, mencari kepuasan, merenung dan berobservasi. Jelasnya, pendidikan Islam mengembangkan akal manusia menurut pola perkembangan yang terbaik sehingga tidak akan ada manusia berakal yang sombong, tidak mau menerima kebenaran. Pendidikan Islam menghindarkan manusia dari ketulian sehingga manusia terhindar dari eksploitasi nafsu dan syahwat. Begitu juga, pendidikan Islam menghindarkan manusia dari kekerasan hati dan kejumudan akal sehingga manusia terhindar dari pengutamaan atas materi, kedudukan, kehormatan yang palsu. Islam pun menawarkan pendidikan yang mengajarkan berpikir sehat, tawadhu’, ikhlas menerima kebenaran, jujur dalam keilmuan dan optimis dalam mengaplikasikan teori-teori yang dia peroleh.[11]
C.     Tarbiyah Aqliyah dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, aspek intelektual berkembang dari kecermatan dan kejujuran berpikir serta aplikasi praktis menuju pengakuan akan adanya Dzat Yang Maha Tinggi melalui pencarian petunjuk serta penjauhan diri dari eksploitasi hawa nafsu. Dengan begitu, manusia akan mudah menemukan argumentasi dan pengetahuan yang meyakinkan, jauh dari praduga.[12]
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah cirri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi. Salah satu ciri muslim yang sempurna ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat ditilik melalui indikator-indikator berikut ini:
Pertama, memilik sains yang banyak dan berkualitas tinggi. Sains adalah pengetahuan manusia yang merupakan produk indera dan akal; dalam sains kelihatan tinggi atau rendahnya mutu akal. Orang Islam hendaknya tidak hanya menguasai teori-teori sains, tetapi berkemampuan pula menciptakan teori-teori baru dalam sains, termasuk teknologi. Kedua, mampu memahami dan menghasilkan filsafat. Berbeda dari sains, filsafat adalah jenis pengetahuan yang semata-mata akliah. Dengan ini, orang Islam akan mampu memecahkan masalh filosofis.[13]
Tujuan akal (Ahdaf al-Aqliyah) bertumpu pada pengembangan intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak. Sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad  raya ini. Kemudian melalui observasi dengan panca indera, manusia dapat dididik untuk menggunakan akal kecerdasannya untuk meneliti, menganalisis keajaiban ciptaan Allah di alam semesta yang berisi khazanah ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pokok pemikiran yang analitis untuk dikembangkan menjadi ilmu-ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam bentuk-bentuk tekonologi yang semakin canggih.[14]
Proses intelektualisasi pendidikan Islam terhadap sasaran pendidikannya berbeda dengan proses yang sama yang dilakukan oleh pendidikan non islami, misalnya pendidikan sekuler di Barat. Ciri khas pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidikan Islam adalah tetap menanamkan dan mentransformasikan nilai-nilai Islam seperti keimanan , akhlak dan ubudiyah serta mu’amalah ke dalam pribadi manusia didik.[15]
Beberapa cara untuk mencapai keberhasilan pendidikan intelektual, yaitu:
1.      Melatih perasaan siswa untuk meningkatkan kecermatannya.
2.      Melatih siswa untuk mengamati sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat
3.      Melatih daya intuisi sebagai sarana penting bagi daya cipta.
4.      Membiasakan anak berfikir teratur (sistematis) dan menanamkan kecintaan berfikir sistematis.[16]
Tarbiyah aqliyah meliputi tiga hal pokok : Pemahaman pengetahuan Islam yang sempurna dan Integral. Pemahaman pengetahuan modern, dan pemahaman hubungan antara pengetahuan Islam dan pengetahuan modern (pengetahuan persiapan). Dengan ketiganya, dibentuk pribadi muslim yang berpengetahuan dan sanggup mengamalkan ilmunya.[17]
Kaum muslimin sangat membutuhkan pakar-pakar pengetahuan di berbagai bidang untuk mengejar ketinggalan dalam teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sarana untuk tegaknya masyarakat Islam. Ini tidak berarti seorang muslim harus membebek pada sistim dan budaya mereka yang telah maju di bidang ini. Sistim Islam yang sempurna telah memberi kerangka landasan untuk menegakkan ilmu pengetahuan dan teknologi itu.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi oang-oang yang mempunyai pikiran”. (3 : 190)
Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik manusia yang universal. Suatu karunia Allah yang secara konseptual telah dipersiapkan pada diri manusia. Orang beriman bahkan yang paling berhak dengan ilmu itu. Mereka berkewajiban mengarahkan ilmu dan teknologi agar dipergunakan sepenuhnya dalam ibadah menaati Allah.[18]
Untuk implementasi konsep tarbiyah aqliyah diberbagai lembaga pendidikan Islam sudah banyak diterapkan, misalnya sistem pembelajaran diskusi yang banyak kita temui di perguruan-perguruan tinggi Islam.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan intelektual (al-Tarbiyah al-‘Aqliyah) adalah peningkatan pemikiran akal dan latihan secara teratur untuk berpikir benar. Pendidikan Intelektual akan mampu memperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh dan realita secara tepat dan benar. Hal ini akan menghasilkan keputusan atas segala sesuatu yang dipikirkan menjadi tepat dan benar.
Dalam pendidikan Islam, aspek intelektual berkembang dari kecermatan dan kejujuran berpikir serta aplikasi praktis menuju pengakuan akan adanya Dzat Yang Maha Tinggi melalui pencarian petunjuk serta penjauhan diri dari eksploitasi hawa nafsu. Dengan begitu, manusia akan mudah menemukan argumentasi dan pengetahuan yang meyakinkan, jauh dari praduga.
Untuk implementasi konsep tarbiyah aqliyah diberbagai lembaga pendidikan Islam sudah banyak diterapkan, misalnya sistem pembelajaran diskusi yang banyak kita temui di perguruan-perguruan tinggi Islam.


[1] Ahmad Munajib, Konsep tarbiyah aqliyah, khuluqiyah, dan implmentasinya dalam proses pendidikan Islam, http://munajiba.blogspot.com, 22 maret 2013.
[2] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008). 120.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 86.
[4] Basuki dan Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2007), 40.
[5] Ahmad Munajib, Konsep…
[6] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam berbasis kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya offset, 2006),  138.
[7] Ramayulis, Ilmu…, 86.
[8] Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah─Metode Pembinaan dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2003), 151.
[9] Ibid., 153.
[10] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 126.
[11] Ibid., 126.
[12] Ibid., 126.
[13] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 43.
[14] Ramayulis, Ilmu…, 145.
[15] Ibid., 145.
[16] Basuki dan Miftahul Ulum, Pengantar…, 40.
[17] Kamdagorontalo, Tarbiyah Islamiyah harokiah, http://kamdagorontalo.wordpress.com, 22 maret 2013.
[18] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar