Sabtu, 30 Maret 2013

makalah IPI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Tujuan Pendidikan Islam diantaranya mewujudkan perkembangan baik perkembangan intelektual, fisik, batin, maupun sosial.[1] Akan tetapi pada kenyataannya pendidikan pada saat ini lebih mengutamakan bertambahnya ilmu pengetahuan (aspek intelektual) dibanding aspek tingkah laku. Mereka beranggapan bahwa pendidikan akhlak itu tidak begitu penting. Padahal pendidikan akhlak itu jauh lebih penting daripada aspek yang lain karena akhlak mencakup aspek yang lebih luas. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pendidikan akhlak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Tarbiyah al Khuluqiyah?
2.      Apa saja Ciri-ciri Akhlak Islam?
3.      Bagaimana Implementasi Tarbiyah Khuluqiyah dalam Pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tarbiyah Khulukiyah
Akhlaq secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat atau menjadikan. Akhlaq adalah kata yang berbentuk mufrad, jamaknya adalah khuluqun, yang berarti perangai, tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi, akhlaq (selanjutnya disebut akhlaq = bahasa Indonesia) secara etimologi berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat oleh manusia. Akhlaq secara kebahasan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlaq sudah mengandung konotasi baik sehingga orang yang berakhlaq berarti orang yang berakhlaq baik.[2]
Tarbiyah khulukiyah, yaitu segala rupa praktek maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai. Tarbiyah khulukiyah / pendidikan budi pekerti atau akhlak dalam ajaran Islam merupakan salah satu ajaran pokok yang mesti diajarkan agar umatnya memiliki atau melaksanakan akhlak yang mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Bahkan tugas utama Rasulullah Muhammad SAW diutus kedunia ini dalam rangka menyempurnakan akhlak sebagaimana sabdanya:
“Aku diutus (oleh Tuhan) untuk menyempurnakan akhlak budi pekerti yang mulia”. (HR. Ahmad).
Demikian pula dalam ajaran Islam, akhlak merupakan ukuran atau barometer yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang sebagaimana sabdanya:
“Sesempurna-sempurna orang mukmin imannya adalah yang lebih baik akhlaknya”. (HR. Turmudzi).
Seseorang dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti atau akhlak yang mulia. Oleh karena itu, masalah akhlak atau budi pekerti merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diutamakan dalam pendidikan agama Islam untuk ditanamkan atau diajarkan kepada anak didik.[3]
Pendidikan agama berkaitan rapat dengan pendidikan akhlak. Bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Hampir-hampir sepakat filosof-filosof pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab bahwa pendidikan akhlaq adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab salah satu tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlak al-karimah.
Menurut Imam Al-Ghazali, bahwa akhlak yang disebutnya dengan tabiat manusia dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu: 1) tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat tersebut lebih kuat dan lebih lama dibandingkan dengan tabiat lamanya. 2) Akhlak yagng muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang beurat berakar pada dirinya.
B.     Ciri-ciri Akhlak Islam
Adapun ciri akhlak Islam antara lain:
1.      Bersifat menyeluruh (universal). Akhlak Islam adalah suatu metode yang sempurna meliputi seluruh gejala aktivitas biologis perseorangan dan masyarakat. Meliputi segala hubungan manusia dalam segala segi kehidupannya, baik hubungan dengan Tuhan, dengan manusia, makhluk lainnya dan dengan alam.
2.      Ciri-ciri keseimbangan Islam dengan ajaran-ajaran dan akhlaknya menghargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi memperhatikan seluruh tuntutannya dan kemaslahatan dunia dan akhirat.
3.      Bersifat sederhana. Akhlak dalam Islam berciri kesederhanaan dan tidak berlebihan pada salah satu aspek. Ciri ini memastikan manusia berada pada posisi pertengahan, tidak berlebih-lebihan dalam suatu urusan dan tidak pula bakhil.
4.      Realistis. Akhlak Islam sesuai dengan kemampuan manusia dan sejalan dengan naluri yang sehat. Islam tidak membebankan manusia kecuali dalam batas-batas yang masuk akal.
5.      Kemudahan. Manusia tidak dibebani kecuali dalam batas-batas kesanggupan dan kekuatannya, ia tidak dianggap bertanggung jawab dari akhlak (moral) dan syara’ kecuali jika berada dalam keamanan, kebebasan dan kesadaran akhlak yang sempurna.
6.      Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan dan perbuatan dan teori dan praktek.
7.      Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum. Akhlak Islam kekal sesuai dengan zaman dan cocok untuk segala waktu ia tidak tunduk pada perubahan dan pertukaran sesuai dengan hawa nafsu.[4]
Pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan utama yang harus disuritauladankan oleh guru pada anak didik. Tujuan utama dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang bermoral, jiwa bersih, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, dapat membedakan buruk dan baik, menghindari perbuatan tercela dan mengingat Tuhan disetiap melakukan pekerjaan.[5]
Pendidikan akhlak berusaha untuk: 1) meluruskan naluri dan kecenderungan fitrahnya yang membahayakan masyarakat; dan 2) membentuk rasa kasih sayang mendalam, akan menjadikan seseorang merasa terikat selamanya dengan amal baik dan menjauhi perbuatan jelek. Dengan pendidikan akhlak, memungkinkan seseorang dapat hidup di tengah-tengah masyarakat tanpa menyakiti dan disakiti orang lain. Dengan pendidikan akhlak seseorang berusaha meningkatkan kemajuan masyarakat demi kemakmuran bersama.[6]
Kemudian konsep khulukiyah ini dalam buku-buku tasawuf disebut dengan istilah qalb. Dalam Islam sangat meengistimewakan aspek-aspek kalbu, karena kalbu memiliki kekuatan rohani yang lebih jauh daripada kekuatan jasmani dan akal. Kekuatan jasmani terbatas hanya pada obyek-obyek berwujud materi yang ditangkap oleh indra. Sedang kekuatan akal memang bisa mengetahui obyek-obyek yang abstrak, akan tetapi terbatas pada hal-hal yang dapat dipikirkan secara logis saja.
Kalbu yang dalam tujuan pendidikan dikatakan dengan aspek afektif atau sikap merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh, bahkan menurut Al-qur’an iman itu tempatnya di dalam hati.
Kalbu yang penuh iman itu mempunyai gejala-gejala yang amat banyak, diantaranya, orang yang shalat, ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang, bila disebut nama Allah, bergetar hatinya, dan masih banyak lagi.
Dari situlah akan mucul manusia yang berfikir dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa manusia sempurna dalam pandangan Islam ialah manusia yang hatinya penuh iman atau taqwa kepada Tuhan, dan juga haruslah: 1) kuat serta sehat jasmani, termasuk berketrampilan, 2) akalnya cerdas serta pandai. 3) hatinya (kalbunya) penuh iman kepada Allah.[7]
Sedang menurut Mahmud Yunus bahwa dalam pendidikan Islam ada tiga aspek kepribadian manusia yang harus dibina atau dididik, yaitu:
a.       Aspek jasmani, yaitu mementingkan kebersihan.
b.      Aspek akal, yaitu segi pembinaan kecerdasan dan pemberian pengetahuan.
c.       Aspek rohani, yaitu pembinaan segi keagamaan. Termasuk rohani juga ialah pendidikan akhlak, yang dijelaskan agar suka memberi dan tanpa mengharapkan balasan yang banyak, agar bersabar dan tabah dalam melaksanakan tugas.
C.     Implementasi Tarbiyah Khulukiyah di Lembaga Pendidikan Islam.
Dan untuk implementasi dari konsep khulukiyah dilembaga pendidikan Islam bisa dilihat dengan adanya program sima’an al-qur’an yang saat ini sudah banyak diprogramkan oleh sekolah maupun perguruan tinggi yang basicnya Islam, kemudian kajian-kajian keagamaan, pengajian dengan mengundang mubaligh yang bisa memberikan mau’idhah khasanah sehingga menumbuhkan sikap yang bernuansa Islami pada peserta didik.[8]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tarbiyah khulukiyah adalah segala bentuk praktek maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai, tarbiyah khulukiyah merupakan salah satu ajaran pokok yang harus diajarkan agar umatnya memiliki dan melaksanakan akhlak yang mulia. Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk membentuk manusia yang berakhlakul karimah, dan merupakan hal utama yang harus disuritauladankan oleh guru pada peserta didik. Sedangkan implementasinya adalah dengan adanya sima’an al-qur’an, kajian-kajian keagamaan, pengajian, dan sebagainya yang bisa memberikan mauidhah khasanah sehingga menumbuhkan sikap yang bernuansa islami pada peserta didik.


[1] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 121.
[2] Zainuddin, Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), 29.
[3] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam berbasis kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya offset, 2006), 138-139.
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 90.
[5] Basuki dan Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), 41.
[6] Ibid., 40-41.                                                                            
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 44-46.
[8] Ibid., 56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar