Senin, 04 Februari 2013

hadits pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al walid (orang tua). Pembahasan dalam tulisan ini meliputi semua istilah tersebut, yakni pendidik dalam arti yang umum yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya dalam makalah ini akan kami jelaskan tentang etika seorang pendidik tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hadits tentang Etika Seorang Pendidik
Rasulullah SAW bersabda:
انما انا لكم مثل الوالد لولده
Artinya: “Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”. (H.R. Abu Dawud, An Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibbah dari Hadits Abu Hurairah.[1]
Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang salah satu etika pendidikan terhadap anak didiknya, yaitu: menganggap anak didik seperti anaknya sendiri.
Kasih sayang terhadap anak didik memang banyak disebut dalam kitab yang dikarang oleh orang Islam. Kasih sayang itu dapat dibagi dua: pertama, kasih sayang dalam pergaulan; berarti pendidik harus lemah lembut dalam pergaulan. Konsep ini mengajarkan agar tatakala menasehati murid yang melakukan kesalahan, hendaknya menegurnya dengan cara memberikan penjelasan, bukan dengan cara mencelanya karena celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih sayang yang diterapkan dalam mengajar. Ini berarti guru tidak boleh memaksa murid mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak didik. Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa guru harus mengetahui kemampuan muridnya.
            Tekanan pada sifat kasih sayang dalam tulisan para ahli pendidikan Islam, yang kadang-kadang seolah-olah lebih dipentingkan mereka daripada keahlian mengajar, selain didasarkan atas sabda Rasul di atas tadi, juga didasarkan mereka atas paham bahwa bila guru telah memiliki kasih sayang yang tinggi kepada muridnya, maka guru tersebut akan beusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ingin memberian yang terbaik kepada murid yang disayanginya itu.

B.     Kode etik personal pendidik
1.      Senantiasa dekat Allah, sendirian maupun bersama orang lain. Musti memelihara kepatuhan kepada Tuhan dalam segenap gerakan dan diam, perkataan dan perbuatan.[2]
2.      Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya, Seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah SAW yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula harus mencerminkan ajaran-ajarannya, sesuai dengan akhlak Rasulullah.[3]
3.      Mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataannya, karena ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Padahal pemilik mata itu lebih banyak.[4]
4.      Ikhlas dalam menjalankan tugas pendidikan.[5]
5.      Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata. Zuhud yang dimaksud adalah bukan tidak mau menerima imbalan materi. Ia butuh materi sekedar memungkinkan keluarga hidup nyaman, sederhana, tidak lagi di ganggu persoalan nafkah.[6]
6.      Harus terhindar dari tindakan tercela atau kurang pantas, baik agama maupun adat.[7]
7.      Membersihkan diri dari akhlak buruk dan menumbuhkan akhlak terpuji.
8.      Memperdalam ilmu pengetahuan terus menerus.

C.     Kode Etik dalam mengajar
1.      Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan. Kedudukannya sebagai pendidik mengharuskan dia mempelajari atau mendapatkan informasi tentang materi apa yang akan di ajarkan.[8]
2.      Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus.[9]
3.      Menuju tempat mengajar, hendaknya ia mengingat Allah. Sampai di majelis, ia mengucap salam kepada yang hadir. Mengambil tempat duduk dengan tenang dan sopan.
4.      Sebelum pelajaran hendaknya membaca ayat Al-Qur’an agar berkah, mendoakan diri sendiri, hadirin dan kaum muslimin. Kemudian membaca ta’awwuz, basmallah, hamdallah, salawat kepada nabi dan keluarganya.
5.      Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis.
6.      Orang yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu seyogya untuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya di kalangan muridnya.[10]
7.      Selalu mendengarkan pendapat muridnya.
8.      Harus bersikap adil dalam memberikan pelajaran. Ia mendengar seksama pertanyaan murid. Bila murid tidak mampu bertanya dengan kalimat baik. Guru harus berupaya menangkap makna dan membahasakan pertanyaan tersebut secara baik, lalu menjawab. Jika guru ditanya sesuatu yang tidak diketahui, ia harus mengakui jujur dan terbuka dengan mengatakan “saya tidak tahu”. Ia tidak boleh  memaksakan, karena jawaban bisa menyesatkan orang banyak. Guru hendaknya sadar bahwa mengatakan ketidaktahuan bukanlah kelemahan tetapi kejujuran, keberanian, lambing ketaqwaan serta kebersihan jiwa.[11]
9.      Tidak tidur di dalam kelas.
10.  Harus dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilakukan.
11.  Mengakhiri pelajaran dengan ucapan Wallahu a’lam. Hendaknya menghayati maknanya, sehingga kegiatan mengajar dimulai dan ditutup dengan kesadaran tentang Allah. Sebelum mengucapkan Wallahu a’lam ia member kalimat penutup yang mengindikasikan pelajaran segera berakhir.

D.    Kode etik bergaul dengan murid
1.      Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan.
2.      Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri. Karena itu, ia memperhatikan sungguh-sungguh, sebagaimana memperhatikan anak sendiri: sabar dan penuh kasih sayang.[12]
3.      Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid. Seperti hadits dibawah ini:



Artinya : “ Kami golongan para Nabi diperintah untuk menempatkan mereka pada kedudukan mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka”. (HR. Abu Dawud dari Aisyah)
4.      Seorang pendidik  harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar, berkepribadian dan mempunyai harga diri.
5.      Harus mengetahui tabiat pembawaan, adat istiadat dan pemikiran murid agar tidak salah arah di dalam mendidik anak-anak.[13]
6.      Harus dapat memberikan hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha daya capai anak didik dalam belajar.
7.      Sabar dalam menghadapi kenakalan anak didiknya.
8.      Bersikap adil terhadap semua murid. Hanya boleh memberi perlakuan istimewa berdasar kelebihan ilmu pengetahuan, kesungguhan belajar, atau kebaikan etika.
9.      Memperhatikan sekasama perilaku murid. Jika mengetahui ada yang melakukan perbuatan haram atau makruh, atau sesuatu yang bisa melalaikan dari kegiatan belajar, atau berperilaku buruk terhadap guru dan orang lain, atau terlalu menyia-nyiakan waktu untuk berbincang tanpa faedah atau bergaul dengan orang yang kurang baik, maka pendidik harus berupaya mencegah.
10.  Bersikap rendah hati dan lemah lembut kepada muridnya. Ia bertutur sapa dengan ramah, bila bertemu, menyenangkan hati dengan menanyakan keadaan dan orang-orang yang terkait. Dengan kasih sayang, murid merasa nyaman mempelajariilmu pengetahuan, dan sangat membantu keberhasilan.[14]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam mendidik diperlukan beberapa etika diantaranya:
a.       Kode etik personal pendidik
·         Senantiasa dekat Allah.
·         Mengikuti jejak Rasulullah SAW.
·         Mengamalkan ilmunya.
·         dll.
b.      Kode etik dalam mengajar
·         Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan.
·         Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus.
·         Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis.
·         dll.
c.        Kode etik bergaul dengan murid
·         Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan.
·         Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri
·         Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid.
·         Dll.


[1] Imam Al-Ghazali, Ihya’Ulumiddin Jilid 1,terj. Moh Zuhri  (Semarang: CV. Asy Syifa’), 171.
[2] Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana 2008 ), 41.
[3] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004) , 181.
[4] Imam Al-Ghazali, Ihya’…, 180.
[5] Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdhiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1 (Bandung: Pustaka Setia 2009), 222.
[6] Khoiron Rosyadi, Pendidikan……,189.
[7] Hasan Asari, Etika Akademis…..,47.
[8] Khoiron Rosyadi, Pendidikan……,178.
[9] Hasan Asari, Etika Akademis…..,51.
[10] Imam Al-Ghazali, Ihya’…,176.
[11] Hasan Asari, Etika Akademis…..,56.
[12] Ibid, 59.
[13] Khoiron Rosyadi, Pendidikan……,189.
[14] Hasan Asari, Etika Akademis…..,65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar