Senin, 04 Februari 2013

makalah ulumul Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kalam Allah, yang merupakan sumber ajaran Islam.. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap Al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan muslimin tentunya akan sulit dipahami. Ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surah-surahnya diterbitkan sesuai yang terdapat dalam lauh mahfudh, sebagai tempat adanya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antara surah yang satu dengan surah yang lain. Ilmu munasabah itu merupakan ilmu yang penting, karena ilmu itu bisa mengungkapkan rahasia kebalaghahan Al-Qur’an dan menjangkau sinar petunjuknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian munasabah?
2.      Bagaimana cara mengetahui munasabah?
3.      Apa macam-macam munasabah?
4.      Apa faedah ilmu munasabah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Munasabah
Menurut bahasa munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat / surah yang satu dengan ayat / surah yang sebelum atau sesudahnya.
Menurut Imam Al-Zarkasyi:
والمناسبة في اللغة : المقاربة , وفلان يناسب فلانا , اي يقرب منه ويشاكله , ومنه النسيب : الذي هو القريب المتصل : كالأخوين , وابن العم , ونحوه , وان كان متناسبين بمعنى رابط بينهما , وهو القرابة[1]
Artinya: munâsabah menurut bahasa adalah mendekati (muqârabah), seperti  fulan yunasibu fulan (fulan mendekati/menyerupai fulan), atau dekat dengan bentuknya, nasib adalah kerabat dekat, seperti dua saudara, anaknya paman dan semacamnya. Jika keduanya munâsabah dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah).
Manna’ al-Qattan, dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munâsabah menurut bahasa disamping berarti muqarabah juga musyakalah (keserupaan).
Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat / surah yang satu dengan ayat/surah yang lain. Karena itu sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan “Ilmu Tanasubil Ayati Was Suwari”, yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian antara ayat atau surah yang lain.[2]
Faedahnya adalah menjelaskan bagian-bagian ayat itu berkaitan dengan yang lainnya. Dengan demikian, hubungannya akan menjadi kuat sehingga menjadilah susunannya seperti susunan bangunan yang kukuh yang saling harmonis bagian-bagiannya.[3]
Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surah Al-Qur’an. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara ‘am (umum) dan khusus, atau antara abstrak dan konkret, atau antara sebab-akibat, atau antara illat dan ma’lulnya, ataukah antara rasional dan irrasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.
Jadi, pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan paralel saja, melainkan yang kontradiksi pun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagianya.[4]

B.     Cara Mengetahui Munasabah
Pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi, artinya pengetahuan tentang itu ditentukan berdasarkan ijtihadi para ulama.  Nabi tidak menetapkan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban untuk mencari munasabah pada setiap ayat atau surat.
Walaupun tidak ada keharusan untuk menemukan munasabah, namun ada empat langkah yang perlu diperhatikan bagi para peminat munasabah, yaitu:
a.       Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi obyek pencarian.
b.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c.       Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada hubungannya atau tidak. Setelah kita memahami uraian-uraian ayat, maka kita mulai menetukan tingkatan uraian-uraian tersebut sehingga sampai pada kesimpulan bahwa ayat atau surat itu mempunyai atau tidak mempunyai hubungan satu sama lain.
d.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

C.    Macam-macam Munasabah
Munasabah atau persesuaian atau persambungan atau kaitan bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam, jika dilihat dari berbagai seginya.
a.       Macam-macam sifat Munasabah
1.      Persesuaian yang nyata (Dhaahirul Irtibath) atau persesuaian yang tampak jelas, yaitu yang persambungan atau persesuaian antara bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna jika dipisahkan dengan kalimat yang lain.
2.      Persambungan yang tidak jelas (Khafiyyul Irtibath) atau samarnya persesuaian antara bagian Al-Qur’an dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain.[5]
b.      Macam-macam Materi Munasabah
1.      Munasabah antarayat, yaitu munasabah atau persambungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Munasabah ini bisa berbentuk persambungan-persambungan, sebagai berikut:
a.       Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain, seperti Munasabah antara ayat 103 Surah Ali-Imran:
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs?
Artinya: “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-cerai.”
Dengan ayat 102 Surah Ali-Imran:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian matu melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Faedah munasabah dengan athaf ini adalah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziiraini) ayat 102 Surah Ali-Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 Surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama.[6]
b.      Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada yang lain, jika tidak diathafkan, maka haruslah ada sesuatu yang menunjukkan adanya kesinambungan pembicaraan, yang berupa qarinah-qarinah yang bersifat maknawi yang mengisyaratkan pada sambungan itu[7] atau dengan kata lain, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Sehingga ayat yang satu itu dianggap sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya.
c.       Digabungkannya dua hal yang sama (padanan). Sesungguhnya menyambungkan sesuatu yang sepadan dengan padanannya adalah kegemaran orang-orang yang berakal. Contohnya, firman Allah:
!$yJx. y7y_t÷zr& y7/u .`ÏB y7ÏG÷t/ Èd,ysø9$$Î/
Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran.” (Al-Anfal: 3)
Ayat tersebut disebutkan setelah:
y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym
Artinya: “Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.”[8]
Ayat tersebut, sama-sama menjelaskan tentang kebenaran.
d.      Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi (penyebutan lawan kata)
Seperti firman Allah di dalam surat Al-A’raf: 95,
§NèO $uZø9£t/ tb%s3tB Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$# spoY|¡ptø:$# 4Ó®Lym (#qxÿtã (#qä9$s%¨r ôs% ¡§tB $tRuä!$t/#uä âä!#§ŽœØ9$# âä!#§Žœ£9$#ur
Artinya: “Kemudian kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan penderitaan dan kesenangan.”
Dengan surah Al-A’raf ayat 94,
!$tBur $uZù=yör& Îû 7ptƒös% `ÏiB @cÓÉ<¯R HwÎ) !$tRõs{r& $ygn=÷dr& Ïä!$yù't7ø9$$Î/ Ïä!#§ŽœØ9$#ur óOßg¯=yès9 tbqã㧎œØo
Artinya: “Kami tidaklah mengutus seseorang nabi pun kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu) melainkan Kami tempatkan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.”
Ayat 94 Surah Al-A’raf tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 Surah Al-A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan.[9]

2.      Munasabah antar surah, yaitu munasabah atau persambungan antara surah yang satu dengan surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
a.       Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu dengan materi surah yang lain. Contohnya, seperti surah kedua (Al-Baqarah) sama dengan isi surah pertama (Al-Fatihah). Keduanya sama-sama menerangkan 3 hal kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman.[10]
b.      Persesuaian antara pembukaan surat dengan penutupan surat sebelumnya. Bahkan sampai-sampai ada yang berhubungan langsung kata-katanya, seperti yang terdapat pada:
öNßgn=yèpgmú 7#óÁyèx. ¥Aqà2ù'¨B
Artinya: “Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Q.S. Al-Fil: 5).
Dan antara
É#»n=ƒ\} C·÷ƒtè%
Artinya: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.” (Q.S. Quraisy: 1)
Jika kamu memperhatikan pembukaan setiap surat, maka kamu akan mendapatinya berada dalam puncak keserasian dengan penutupan surat sebelumnya. Kemudian, hal itu kadang-kadang tampak samar dan kadang-kadang tampak jelas, seperti permulaan surat Al-An’am dengan pujian. Ini sangat serasi dengan penutupan surat Al-Maidah tentang putusan yang adil.[11]
c.       Persesuaian antara pembukaan surat dengan penutupnya.
Contohnya, tentang surat shad: Allah memulai dengan peringatan dan menutupnya dengan peringatannya juga, yaitu:
÷bÎ) uqèd žwÎ) ֍ø.ÏŒ tûüÏHs>»yèù=Ïj9
Artinya: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam”. (Q.S. Shad: 87)


D.    Faedah Ilmu Munasabah
1.      Mengetahui persambungan antara bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
2.      Dengan Ilmu Munasabah, dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat /surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa Alquran itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad SAW.
3.      Dengan Ilmu Munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat, sesuatu ayat dengan kalimat/ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.[12]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ilmu Munasabah yaitu ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat / surah yang satu dengan ayat/surah yang lain.
Cara mengetahui munasabah:
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat, dan lain-lain.

Macam-macam Munasabah
1.      Macam-macam sifat Munasabah
a.       Persesuaian yang nyata
b.      Persambungan yang tidak jelas
2.      Macam-macam materi Munasabah
a.       Munasabah antar ayat
b.      Munasabah antar surat

Faedah Ilmu Munasabah
1.    Mengetahui persambungan antara bagian Al-Qur’an.
2.    Dapat mengetahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa Al-Qur’an.
3.    Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

B.     Saran-saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca bisa mengerti dan memahami Ilmu Al-Munasabah.


[1] Al Zarkasyi. Al Burhan fi Ulumil Qur’an. (Darul fikri), 61
[2] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 154.
[3] Imam Jalaludin As-Suyuthi, Samudera Ulumul Qur’an Jilid III (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007), 529.
[4] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 154.
[5] Ceceng Salamudin, Munasabah dalam Al-Qur’an. www.cecengsalamudin.wordpress.com. 15 Maret 2012
[6] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 158.
[7] Ibid, 158
[8]Imam Jalaludin As-Suyuthi, Samudera Ulumul Qur’an Jilid III (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007), 530.

[9] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 161.
[10] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000),161-162.
[11] Imam Jalaludin As-Suyuthi, Samudera Ulumul Qur’an Jilid III (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007), 542.
[12] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000),164-165

Tidak ada komentar:

Posting Komentar