Senin, 04 Februari 2013

makalah tafsir pendidikan


A.    PENDAHULUAN
Dalam proses pendidikan diperlukan cara-cara dalam mendidik, yang disebut dengan metode pendidikan. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan berbagai macam metode pendidikan, diantaranya dalam QS. Al-Baqarah ayat 231. Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang metode pendidikan dalam surat Al-Baqarah ayat 231.
B.     AYAT
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النَّسَاء فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلاَ تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لَّتَعْتَدُواْ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلاَ تَتَّخِذُوَاْ آيَاتِ اللّهِ هُزُوًا وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ                            
Terjemahan:
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemadharatan, karena dengan demikian kamu menganiayai mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah menjadi permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang telah diturunkan-Nya itu. Dan berdakwahlah kepada Allah serta ketahuilah bahwasannya Allah mengetahui segala sesuatu”.
      Didalam ayat Al-Qur’an tersebut terdapat beberapa metode dalam pendidikan, diantaranya:
1.      Metode pendidikan dengan Ud’u atau ajakan yaitu penyampaian pesan secara langsung
2.      Metode pendidikan dengan bercerita
Metode ini yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir di tengah mereka.
3.      Metode bimbingan dan penyuluhan
Dalam al-Qur’an terdapat firman Allah yang  mengandung metode bimbingan dan penyuluhan karena Alqur’an diturunkan untuk membimbing dan menasehati manusia sehingga dapat memperoleh kehidupan batin yang tenang, sehat, serta bebas dari segala konflik kejiwaan. Dengan metode ini, manusia manapun mengatasi segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
4.      Pendidikan dengan nasihat.
Metode lain yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak, adalah pendidikan dengan pemberian nasihat. Sebab, nasihat ini dapat mebukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu, dan mendorong menuju situasi luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Maka tak heran kita mendapatkan Al-Qur’an memakai metode ini, yang berbicara kepada jiwa, dan mengulang ulangnya dalam beberapa ayat dan tempat.
      Selain metode pendidikan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 231 tersebut juga ada metode pendidikan yang lain, diantaranya:
1.      Metode pemberian contoh dan teladan.
Metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah metode pemberian contoh dan teladan. Allah telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Mengandung nilai pedagogis bagi manusia (Para pengikutnya) sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
2.      Metode dengan diskusi
Metode diskusi juga dianjurkan oleh alqur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. Perintah Allah dalam hal ini adalah agar kita melakukan pendekatan pendidikan dan dakwah secara filosofis, nasihat yang baik dan melalui perdebatan sportif. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
3.      Metode soal-jawab
Metode soal-jawab sering dipakai oleh para Nabi dan para Rasul Allah dalam mengajarkan agama kepada umatnya. Bahkan, para ahli pikir atau filsuf pun banyak mempergunakan metode soal jawab. Oleh karena itu, metode ini termasuk yang paling tua dalam dunia pendidikan atau pengajaran disampig metode khutbah. Sungguhpun demikian, efektifitasnya lebih besar daripada metode-metode yang lain apalagi disbanding dengan metode yang bercorak one man show seperti pidato, khutbah, dan sebagainya. Dengan soal jawab pengertian dan pengetahuan anak didik dapat lebih dimantapkan sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari. Firman Allah yang menyatakan bahwa kita hendaknya bertanya kepada orang-orang yang ahli bila memang tidak mengetahui. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 43:
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya: “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
4.      Metode Imtsal (pemberian perumpamaan)
Mendidik dengan menggunakan metode pemberian perumpamaan atau metode imtsal tentang kekuasaan Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang hak dan hal yang batil, misalnya sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 17:
أَنزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَّابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاء حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاء وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ
Artinya: “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya,maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfa'at kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.
5.      Metode targieb dan tarhieb
Yaitu cara memberikan pelajaran dengan member dorongan (motivasi) untuk memperoleh kegembiraan bila mendapatkan keberhasilan dalam kebaikan, sedang bila tidak berhasil karena tidak mau mengikuti petunjuk yang benar akan mendapatkan kesusahan. Metode ini banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam surat Az-Zalzalah: 7-8: “Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).[1]
C.     PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT
(balagal balad)  بلغ البلد
Artinya Ia telah sampai di kota yang dituju
(Balagahu) بلغه
Artinya jika sudah mendekati kota yang dituju dan hampir sampai
       (Al-Ajal) الا جل
Bisa ditujukan kepada seluruh waktu atau bisa juga akhir waktu. Dalam bahasa kita dikatakan, umurnya sudah mendekati ajalnya. Yang dimaksud disini adalah masa iddah.
 (Al-Imsak) الا مساك
Yang dimaksud adalah ruju’
          (Al-Ma’ruf) المعروف
Maksudnya ialah hal-hal yang masuk akal dan dianggap baik oleh syariat dan adat istiadat.

(At-Tasrih)  التسريح
Maksudnya ialah tidak merujuk istrinya sampai iddahnya habis.
           (Ad-Dirar)   الضرار
Mencelakai
             (Al-I’tida’) الإعتداء
Zalim
  (Ayatillah) ايت ا لله
Ayat-ayat hukum yang berhubungan dengan masalah talak, ruju’, khulu’ dan lain sebagainya.
 (Huzuwa) هزوا
Memperolok-olokkan ayat-ayatnya dengan berpaling darinya serta meremahkan dan tidak mau memelihara hukum-hukum-Nya. Penyebabnya ialah, meremehkan hak-hak kaum wanita dan mengabaikan mereka.
   (Ni’matullah) نعمة الله
Rahmat Allah yang Ia ciptakan untuk suami istri.
(Al-Hikmah) الحكمة
Rahasia pentasyri’an hukum-hukum dan penjelasan tentang manfaat dan maslahat yang terkandung di dalamnya.[2]
D.    ASBABUN NUZUL
Adapun sebab turunnya ayat ini ada dua riwayat:
1.      Ibnu jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang lelaki yang menthalak istrinya, kemudian sebelum masa iddah istrinya itu habis, dia merujuknya kembali. Setelah itu di jatuhkannya thalak lagi kemudian rujuk kembali. Hal ini dilaksanakan untuk menyakiti dan menganiaya istrinya tersebut, maka turunlah ayat di atas.
2.      Diceritakan oleh As-Suddi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan tindakan seorang sahabat dari golongan Anshar yaitu Sabit bin Yasr yang telah menalak istrinya. Setelah masa iddah istrinya tinggal dua atau tiga hari lagi ia rujuk kepada istrinya tersebut, kemudian di jatuhkannya ayat ini, melarang perbuatan tersebut.[3]
E.     MUNASABAH
Pada ayat-ayat yang telah lalu, Allah telah menjelaskan masalah talak yang diakui oleh syariat beserta iddahnya melalui firman-Nya  الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَان [Talak (yang dapat di rujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.] yang pada asalnya talak ini tidak memakai imbalan sebagaimana yang difirmankan oleh-Nyaوَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا [Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka], kemudian diperbolehkan mengambil pengganti dengan syarat yang dijelaskan oleh firman-Nya berikut ini فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ [jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.]
Pada ayat selanjutnya, Allah menjelaskan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam memperlakukan wanita-wanita yang ditalak. Dan pada ayat ini Allah melarang seseorang melakukan kebalikannya, serta mengancam siapapun yang melakukannya. Selanjutnya, Allah menjelaskan hikmah dan maslahat yang terkandung dalam menjalankan perintah-perintah-Nya serta dalam meninggalkan larangan-larangan-Nya.[4]

F.      KESIMPULAN
Didalam ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 231 tersebut terdapat beberapa metode dalam pendidikan, diantaranya:
1.      Metode pendidikan dengan Ud’u atau ajakan yaitu penyampaian pesan secara langsung
2.      Metode pendidikan dengan bercerita
Metode ini yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir di tengah mereka.
3.      Metode bimbingan dan penyuluhan
Dalam al-Qur’an terdapat firman Allah yang  mengandung metode bimbingan dan penyuluhan karena Alqur’an diturunkan untuk membimbing dan menasehati manusia sehingga dapat memperoleh kehidupan batin yang tenang, sehat, serta bebas dari segala konflik kejiwaan. Dengan metode ini, manusia manapun mengatasi segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
4.      Pendidikan dengan nasihat.
Metode lain yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak, adalah pendidikan dengan pemberian nasihat. Sebab, nasihat ini dapat mebukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu, dan mendorong menuju situasi luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.


[1] Agus Salim Mansur, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 170-174.
[2] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Karya Toha Putra, 1993), 304-305.
[3] Al-Qur’an dan tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009),
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Karya Toha Putra, 1993), 306.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar