Senin, 02 November 2015

BUNGA BUNGA CINTA

#BUNGA_BUNGA_CINTA
BismillahirRahmaanirRahim...
Hari Sabtu ini,seperti juga Sabtu-Sabtu lain beberapa bulan ini.Kau selalu lembur.Hari liburmu praktis tinggal sehari: hari Minggu saja. Seperti anak-anak sekolah saja. ”Nanti pulang jam berapa,Mas?” tanyaku sebelum melepas keberangkatanmu. “Sekitar jam 3.Banyak kontrak yang harus kuperiksa dan ku paraf. Kontraktor sudah pada teriak. Maklum tutup tahun. Paling lambat tanggal 12 ini sudah harus kelar,”katamu sambil memakai jaket hitam kesayanganmu. Kubantu menutup resleting jaketmu, dan kau mencium keningku. Seperti biasa, lembut dan mesra.
“Jangan lupa maemnya,” kataku sebelum akhirnya kulepas kepergianmu hingga di ujung gang dan kau berbelok ke kanan, menghilang dari pandangan mataku. Mengantarmu berangkat kerja, meski hanya dari halaman rumah sederhana kita, dengan tatapan mata penuh cinta dan doa selalu membuat hatiku berdebar-debar. Debaran yang masih sama,bahkan jauh lebih menggelora dibanding debar pertama hampir 18 tahun yang lalu saat kau menyentuhku pertama kalinya.
Cintakah? Nafsu? Ah… buat apa memusingkan kepala hanya untuk menjatuhkan pilihan di antara dua kata itu.Toh, mau bilang cinta buktinya aku selalu bernafsu saat berada didekatmu, bahkan kadang saat kau tinggalkan tugas ke luar kota. Nafsu? Ah… mengapa juga harus malu? Bukankah perkawinan telah membuat Tuhan menghalalkan, bahkan menjadikan nafsu paling dasar menjadi halal bagi kita? Bahkan bernilai ibadah? Kau tentu masih ingat,bukan?
Bagaimana minggu lalu ketika seharian aku di rumah ibumu? Sepulang dari kantor kau menjemputku.Seperti biasa pula, kucium tanganmu, kubantu kau melepas jaket, dan kutawarkan padamu segelas teh dingin. Kau menatapku hangat. ”Waduh! Kayak manten anyar wae (Seperti penganten baru saja). Pirang ndino se gak ketemu (berapa hari sih gak bertemu)?” goda Bu Lek, adik ipar ibumu yang tiba-tiba berada di belakang kita. Aku tersipu. Setengah menyesal mengapa tadi tak sempat mengingat kalau didapur banyak orang. Kebetulan malam hari nanti akan ada selamatan tiga harian meninggalnya saudara kita. Melihatku tersipu, sambil tersenyum, kau menjawab. ”Yok opo se Bu Lek! (Gimana sih Bu Lek ini?) Lha dulu jauh-jauh tugas aja kubelain nguruskan untuk mutasi hingga berbulan-bulan biar kumpul, masak sekarang gak kusayang-sayang?”
Ah.. perempuan mana yang takkan tersanjung dengan kalimatmu itu? Seandainya saja kau bisa melihat, kebun bunga di dadaku penuh aroma mawar dan melati yang bermekaran. Begitu pun 4 hari berikutnya,ketika acara 7 harian saudara ipar kita itu. Kau seperti biasa ke kantor hingga usai maghrib baru menyusulku ke rumah ibu. Seperti biasa, berpisah sehari (tanpa semalam) denganmu terlalu banyak hal yang harus segera dan ingin kuceritakan
padamu. Tentang anak-anak kita, tentang teman-teman kantorku, juga perasaanku hari itu. Sambil berdiri berhadap- hadapan,kau lingkarkan satu tangan kananmu ke pinggangku. Kita terlalu asyik bercerita,kita lupa banyak saudara di situ. Hingga aku harus sekali lagi tersipu malu ketika Mbak Ida menggoda kita. ”Aduuuuh yang penganten baru! Lupa sama yang lain..”  Ah… cinta kita ternyata semakin bermekaran.*****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar