Menikah, adalah
suatu hal yang dinanti-nanti. Keindahannya tak bisa dibayangkan kecuali bagi
yang sudah mengalaminya. Dengan menikah, pikiran, dan hati menjadi tenang,
tentram tak terkira. Pandangan jadi lebih bisa terjaga. Lebih dari itu, menikah
adalah fitrah setiap anak Adam. Dengan menikah, seseorang bisa semakin lebih
dewasa dalam berfikir, berprilaku bahkan dalam mengambil dan memutuskan sebuah
pilihan. Ada beberapa hal yang bisa dihayati mengapa seseorang itu harus
menikah. Di antaranya; pertama, menikah berarti melengkapi agamanya.
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.
Thabrani dan Hakim).
Kedua, menikah
bisa menjaga kehormatan diri. “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah
menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi
dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan
Baihaqi).
Ketiga,
bersenda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia melainkan suatu amal
mulia yang dianjurkan. “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung
dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, kecuali empat (perkara), yaitu senda
gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan
renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash
Shahihah no. 309)..
Keempat,
bersetubuh dengan istri termasuk sedekah. Suatu ketika para shahabat Nabi SAW
berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka
bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami
berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”
Beliau
bersabda, “Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa
kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih, takbir, tahlil dan tahmid
terdapat sedekah; memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah
perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun
sedekah.”
Mereka
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa salah seorang dari kami
melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana
menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu di salurkan pada tempat yang haram,
apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?” Mereka menjawab,
“Ya, tentu.”
Beliau
bersabda, “Demikian pula bila dia menyalurkan syahwatnya itu pada tempat yang
halal, dia pun akan mendapatkan pahala. (Beliau kemudian menyebutkan beberapa
hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah. Lalu beliau
bersabda, “Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat Dhuha dua rakaat.”
(Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125). Wallahua’lam. Semoga bermanfaat ya bagi
ikhwan dan akhwat yang sedang dalam masa mencari belahan jiwa.
Nikmatnya Menikah diwaktu Muda
Menikah diwaktu muda mungkin ada sebagian orang yang menafikan
tentang keindahan dan kenikmatan yang dirasakan bagi pasangan tersebut. Banyak
hal miring yang dilontarkan oleh beberapa orang untuk menggunjingkan pemuda
yang berani menikah, sedangkan umurnya masih muda. Ada yang beranggapan bahwa
masa muda adalah masa untuk senang-senang, masa untuk mewujudkan mimpi, masa
bebas untuk berbuat sekehendak hati dll.
Anggapan tersebut ternyata tidak semuanya benar. Adakalanya masa
muda adalah masa yang kritis dan berbahaya sekaligus rentan. Jika saja
sangpemuda tidak pandai membentengi diri, niscaya akan banyak dari mereka yang
terjerumus kelembah kemaksiatan. Perzinahan, pemerkosaan, pembunuhan dll. Itu
semua akibat lemahnya iman yang ada pada diri pemuda. Buka artikel sebelumnya:
Larangan untuk membujang.
Oleh karenanya Rasulullah SAW memerintahkan bagi mereka yang
‘mampu’ untuk segera menikah:
يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai kaum muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu maka
hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara
kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab
ia dapat mengekangnya.” Shahiih al-Bukhari (IX/112, no. 5066)
Berikut ulasan tentang indahnya, nikmatnya nikah, dan sekaligus
sangkalan atau bantahan bagi mereka yang belum berani menikah diusia muda:
1. Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani
seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya.
Hal ini tidak selamanya benar, dan tidak perlu merasa ketakutan
akan kekurangan rezeki. Sesungguhnya jika kita menyadari dan yakin dengan
sepenuhnya, menikah itu membawa keberkahan dan kebaikan bagi suami dan istri.
Menikah atas dasar lillahita’ala demi menjaga hati dan diri agar tidak
terjerumus dalam kenistaan, berarti orang tersebut telah menjalankan apa yang
Rasulullah perintahkan sesuai dengan hadits diatas. Pastikan diri kita selalu
sadar bahwa semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)
Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk
dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta'ala berfirman,
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُم
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An'am:
151
2. Nikah di usia muda akan membuat lalai dalam menuntut ilmu dan
menyulitkan dalam belajar.
Alasan kedua ini juga tidak benar. Siapa bilang menikah muda
menghambat kita dalam mencari ilmu? Siapa bilang nikah menyulitkan kita dalam
belajar? Yang berani mengatakan demikian, pasti mereka ini belum merasakan
nikmatnya belajar sambil bercanda ria dengan pasangan yang halal. Benarkah?
Sungguh salah sekali jika menikah itu menghambat karir kita,
malahan justru sebaliknya. Menikah muda yang diiringi dengan mengejar karir itu
memiliki keistimewaan tersendiri. Jika kita segera menikah, maka akan lebih
mudah untuk mendapat ketenangan jiwa dan mendapatkan penyejuk hati karena anak
maupun istri. Bahkan istri tersebut dapat lebih menolong kita untuk mendapatkan
ilmu. Jika jiwa dan pikiran telah tenang karena istri dan anak, maka kita akan
semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.
Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya
terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus
merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera
menikah, lalu jiwanya tenang, maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang
memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh
segelintir orang.
Ketahuilah bahwa Allah sendiri telah berjanji untuk senantiasa
menolong orang yang berani menyempurnakan sunah Rasulullah SAW tersebut. Dalam
hadits dikatakan:
ثلاثة حق على الله عونه: الناكح الذي يريد العفاف و المكاتب الذي يريد
الأداء و الغازي في سبيل الله (رواه أحمد و الترمذي و الحاكم)
“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah SWT. Yaitu:
1, Orang yang menikah karena menjaga kehormatannya
2. Budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya untuk
memerdekakan dirinya dengan bayaran tebusan tertentu
3. Orang yang berperang dijalan Allah.
Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya kita
jalani, bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah satu pintu
mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya. Dan dengan segera menikah
kita akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan.
Lantas, kenapa tidak segera menikah? Apa yang menghalangimu untuk
tidak segera menikah?
NIkah muda? Okeh, siapa takut…!
Indahnya menikah saat kuliah
Mungkin banyak diantara mahasiswa saat ini bila mendengar kata “nikah”,
langsung terbayang bahwa menikah diusia muda itu akan mendatangkan segudang
masalah. Hal ini bisa dibuktikan dengan menyodorkan pertanyaan “Apakah
anda sudah siap menikah diusia anda sekarang?”. Jawabannya tentu akan
bervariasi, yang intinya sebagian besar dari mereka tidak berani mengambil
resiko menikah diusia muda. Walaupun ada sebagian saja di antara mereka yang
dengan mantapnya menjawab“insyaalloh saya siap”.
Memang tidak dipungkiri menyelesaikan tugas-tugas kuliah, mengikuti
ujian, dan melakukan penelitian merupakan rutinitas mahasiswa pada umumnya.
Namun realitanya dilapangan tersebut sebenarnya bukanlah suatu hal yang sangat
menyita waktu mereka. Karena bila ditelaah kembali, banyak sekali waktu-waktu
luang di luar jam kuliah dipergunakan untuk melakukan aktifitas yang tidak
produktif dan bahkan mengarah kepada perbuatan dosa na’udzubillah.
Entah itu waktu mereka dihabiskan untuk browsing internet,
nonton film, jalan-jalan ke mall, shoping, main game, tidur,
dan yang paling parah yaitu pacaran.
Memang “pacaran” kalau tidak mau dikatakan sebagai budaya buruk bangsa pada zaman sekarang, maka “pacaran” pantas untuk dinobatkan sebagai wabah penyakit yang menginfeksi dan meracuni moral para pemuda pada umumnya. Apalagi para mahasiswa yang jauh dari pengawasan orang tua, interaksi lawan jenis yang tidak terbatas baik di kampus maupun di luar kampus, serta pendidikan agama yang semakin minim, jelas hal ini rentan sekali menimbulkan perbuatan zina, na’udzubillah.
Memang “pacaran” kalau tidak mau dikatakan sebagai budaya buruk bangsa pada zaman sekarang, maka “pacaran” pantas untuk dinobatkan sebagai wabah penyakit yang menginfeksi dan meracuni moral para pemuda pada umumnya. Apalagi para mahasiswa yang jauh dari pengawasan orang tua, interaksi lawan jenis yang tidak terbatas baik di kampus maupun di luar kampus, serta pendidikan agama yang semakin minim, jelas hal ini rentan sekali menimbulkan perbuatan zina, na’udzubillah.
Bahayanya Zina. Allah ta’ala telah berfirman :“Dan orang orang
yang tidak menyembah Tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari
kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina kecuali orang orang yang bertaubat ” (QS. Al Furqan, 68
–69 ).
Dari keterangan ayat di atas, Allah ta’ala menggabungkan antara
dosa zina dengan dosa syirik dan dosa membunuh manusia, sehingga hukuman yang
diberikan adalah kekal dalam azab neraka dan dilipat gandakan siksaannya,
selama pelakunya tidak bertaubat, beriman dan beramal shalih. Perbutan zina
adalah perilaku keji yang hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki jiwa
yang kotor lagi rendah. Sungguh Allah ta’ala sangat membenci perbutan
zina itu, hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi sholallohu ‘alaihi
wasallamdi saat shalat gerhana matahari, beliau bersabda:
يَا أُمَّةَ
مُحَمَّدٍ، وَاللهِ لاَ أَحَدَ أَغْيَرُ مِنَ اللهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ
تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا
أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ
وَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟
“Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih
pencemburu dari Allah ketika ada seorang hamba-Nya yang laki-laki atau
perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian
mengetahui seperti apa yang aku ketahui, tentu kalian akan sedikit tertawa dan
banyak menangis.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata,
“Ya Allah, bukankah aku sudah sampaikan?” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ketika disebutkan perbuatan zina oleh Nabi sholallohu ‘alaihi wasallamdisaat sholat gerhana matahari, maka penyebutan dosa zina termasuk salah satu dosa besar yang pelakunya sangat Allah benci dan murkai. Maka tidaklah mengherankan ketika Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallammengabarkan bahwa pelaku zina adalah mayoritas penduduk neraka, beliau sholallohu ‘alaihi wasallambersabda :أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الفَمُ وَالفَرْجُ
Ketika disebutkan perbuatan zina oleh Nabi sholallohu ‘alaihi wasallamdisaat sholat gerhana matahari, maka penyebutan dosa zina termasuk salah satu dosa besar yang pelakunya sangat Allah benci dan murkai. Maka tidaklah mengherankan ketika Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallammengabarkan bahwa pelaku zina adalah mayoritas penduduk neraka, beliau sholallohu ‘alaihi wasallambersabda :أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الفَمُ وَالفَرْجُ
“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah
dan kemaluan.”(HR. Ahmad dan
At Turmudzi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam silsilah hadits shahih).
Zina VS Nikah
Zina merupakan penyakit masyarakat yang sudah mulai menjamur dewasa
ini. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, entah itu pergaulan bebas, media
komunikasi yang semakin berkembang dan semakin canggih, globalisasi budaya, dan
pengaruh sikap hedonisme. Maka menikah menjadi salah satu terapi
mujarab untuk menyembuhkan penyakit yang merusak tatanan kehidupan ini. Nikah
merupakan solusi ampuh dari Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallamyang
menjadi suri tauladan dalam hidup kita, beliau mewasiatkan kepada para pemuda
yang berkeinginan menjaga harga diri dan kehormatannya untuk segera menikah,
Nabi sholallohu ‘alaihi wasallambersabda :“Wahai para pemuda, barangsiapa di
antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat
menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Mengetuk Hati Orang Tua
Fenomena orang tua yang cenderung materialis sangat
ironis dengan sikap mereka yang ingin menyelamatkan anak-anak mereka dari
penyimpangan moral. Rasa takut akan kesulitan ekonomi dan kekhawatiran akan
gagalnya anak mereka dalam meraih cita-cita, berujung pada keengganan untuk
menikahkan anaknya diusia muda. Sungguh picik bila orang tua
hanya mementingkan ambisi dan ego pribadi, tanpa memperhatikan kondisi dari
anak-anak mereka. Padahal Allah ta’ala telah memerintahkan orang tua untuk
mencurahkan perhatian dalam menyelamatkan keluarga mereka dari siksa api
neraka, Allah ta’ala berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim : 6)
Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam juga mewanti-wanti orang tua
sebagai pemimpin dalam rumah tangga, yang kelak akan dimintai pertanggung
jawaban atas perilaku anak-anak mereka, beliau sholallohu ‘alaihi
wasallambersabda :“Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan
masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya” (HR.
Muslim)
Maka sudah sepatutnya orang tua berupaya untuk menyelamatkan anak
mereka dari perbuatan zina dengan cara menikahkan mereka dengan seorang yang
baik akhlaq dan agamanya. Allah ta’ala berfirman :“Dan nikahkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (untuk
menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang wanita. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (QS. AnNur, 32)
Kuliah dan Nikah, Ga Ada Masalah !
Dunia kampus umumnya tidak terlepas dari yang namanya ikhtilat (campur
baur antara pria dan wanita), sehingga teramat sulit menjaga pandangan antar
lawan jenis. Apalagi mode pakaian mahasiswa dan mahasiswi sekarang yang sangat
memprihatinkan. Padahal Allah memerintahkan untuk menjaga pandangan, Allah
ta’ala berfirman :“.....Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka....”. (QS.
24:30)
Maka sudah barang tentu seorang mahasiswa yang cerdas dan ingin
menjaga kehormatnnya memilih opsi untuk menikah. Jelas, pilihan untuk menikah
bukanlah suatu prilaku nekat, namun disertai pertimbangan yang matang demi
kebaikan dunia dan terlebih lagi untuk kebaikan akhirat.
Mencari nafkah disela-sela kesibukan kuliah dan mengerjakan tugas,
sebenarnya tidak terlalu menyita konsentrasi, asalkan pandai mengatur waktu dan
dikomunikasikan dengan pasangan. Banyak para pemuda yang menikah saat masih
berstatus mahasiswa mampu mencari nafkah disela-sela jadwal padat mereka. Tidak
harus bekerja tetap tetapi yang lebih penting adalah tetap bekerja untuk
menafkahi keluarga. Ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan tanpa harus
menyita banyak waktu tapi dapat menambah income, antara lain :- #
Membuka bimbingan belajar bersama teman-teman sekampus- # Memberikan les
privat.- # Membuat bisnis online.- # Berjualan roti/kue,
busana muslim, handphone serta pulsa, buku, atau yang lain disesuaikan dengan
peluang yang ada.- # Beternak ayam, ikan, itik ataupun kelinci.- #
Mengirimkan tulisan ke berbagai majalah atau surat kabar. # Membuat aneka
kerajinan tangan # Membuat aplikasi komputer dan website online, dan
kegiatan-kegiatan lain yang kesemuanya bisa dijalankan tanpa harus meninggalkan
bangku kuliah.
Maka hilangkan semua kerisauan tentang beratnya menjalani
pernikahan, sebab bila kita sabar, kerja keras dan tawakkal niscaya kemudahan
serta pertolangan Allah itu akan datang. Janganlah khawatir, Allah ta’ala yang
Maha Pemberi Rizki telah berjanji dalam firman-Nya:” .... Jika mereka
miskin Allah yang akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui “ (QS. AnNur, 32)Dan
Rosulullah menjamin bahwa jika niat kita benar-benar untuk menjaga kehormatan
dan ikhlas hanya karena Allah, niscaya pertolongan Allah akan datang,
sebagaimana dalam hadits :“ada tiga golongan orang-orang yang dijanjikan
pertolongan Allah. (salah satunya): Seorang yang menikah karena ingin menjaga
kehormatannya” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)Bukankah dulunya orang tua kitapun
pada awal pernikahan mereka banyak mendapati ujian dan rintangan, namun
kesemuanya dilalui mereka dengan sabar dan optimisme yang tinggi sehingga pertolongan
dan kemudahan dari Allah datang kepada mereka? Wahai Pemuda, Apa Yang Masih
Engkau Risaukan?
Mungkin persoalan mengenai kesusahan setelah menikah masih
menggelayut di pikiran kita. Itu wajar dan sah-sah saja bila masih ada secercah
keraguan yang bersembunyi di hati. Namun apakah persoalan mengenai kehoramatan,
harga diri, dan dosa tidak menjadi kerisauan yang sangat besar dalam benak
kita? Waktu kita di dunia ini hanya sebentar, dan tidak ada seorang mahluk pun
yang mampu menjamin kita selamat atau celaka, melainkan Allah yang berkuasa
atas segala sesuatunya.
Terakhir ada nasehat berharga dari imam Qurthuby dalam tafsirnya
yang mengutip perkataan Umar bin Khaththab radiyallohu ‘anhu, yaitu:“Sungguh
aneh (mengapa) anak-anak muda enggan menikah karena kemiskinan. Sesungguhnya
nikah adalah metode terindah untuk menjauhkan seorang dari kefakiran. Betapa
tsiqqahnya para sahabat terhadap ayat ini sampai-sampai ini menjadikannya
sebagai prinsip. Kekhawatiran bagi dirinya akan kemiskinan ditempuh dengan menikah.
Lalu mengapa kita masih ragu dengan janji Allah. Seakan Allah mengatakan dalam
ayat-Nya “Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)”: Wahai hamba-Ku mengapa kalian
takut miskin, Aku-lah yang memiliki segala Karunia”
Aku dan Keinginan Menikah Diusia Muda
19 05 2010
Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah Bn Mudakir Al
Jakarty
Menikah diusia muda siapa takut, kataku dengan bangga. Walaupun
tidak sedikit orang yang beranggapan ngapain masih mudah menikah, masih umur 17
tahun mau menikah, bahkan tidak jarang memandang “aneh” dan penuh tanda
tanya kepada orang yang mau menikah di usia muda.
Innalilahi wainna ilahi rajiuun, wah gawat pola pikir
masyarakat kita telah berubah, justru seharusnya kita yang merasa aneh dan
bertanya ngapain menunda menikah karena alasan studi walaupun dengan resiko
terjatuh kedalam maksiat, atau mendekati umur 30 tahun belum menikah
tanpa alasan syar’i walaupun dengan konsekuensi terlumuri dosa …???!!! ..naudzubillah..ngeri
banget..
Aku merasa bangga dan seakan-akan aku ingin mengatakan kepada
dunia “….Aku Ingin Menikah di usia Muda….”
Supaya dunia tahu tidak ada yang salah atau aneh menikah diusia muda bahkan hal
itulah yang bagus dan patut dibanggakan, daripada selesai kuliah dengan meraih
gelar sarjana ditambah gelar MBA (married by accident) atau lebih memilih tetap
dalam keadaan jomblo dengan konsekuensi berlumuran maksiat… ngga dehh.
Suatu hal yang wajar dan merupakan fitrah manusiawi ketika aku
menyukai lawan jenis dan mempunyai syahwat atau kebutuhan biologis yang harus
kutunaikan dengan cara yang benar dan halal yaitu dengan menikah kenapa mesti
diherankan. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita …” (Qs. Ali Imran : 14 )
Maka sesuatu yang sangat wajar ketika aku ingin menyalurkan
kebutuhan biologisku dengan memilih jalan yang aman lagi halal, bahkan hal itu
ciri seorang laki-laki yang memiliki agama (baca -berpegang teguh) dan punya
tanggung jawab, daripada menempuh jalan haram dengan berzina atau berseks ria
dengan pacar atau jalan yang tidak halal lainnya, disamping rasa khawatirku
terjatuh kedalam maksiat sebagaimana banyak orang yang terjatuh akibat menunda
menikah menjadi alasan terbesar ku untuk menikah.
Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian
yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat
lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa
tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng
baginya.“ ( HR.
Bukahri dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu )
Berkata Al Allamah Asy Syaikh Muhammad Bin Shaleh
Al-Utsaimin Rahimahullah : ”Diantara keutamaan menikah adalah dengan
menikah dapat menjaga kemaluan dirinya dan istrinya dan menjaga pandangannya
dan pandangan istrinya, kemudian setelah keutamaan itu lalu dalam rangka
memenuhi kebutuhan syahwatnya” (Syarhul
Mumti’ Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Jilid 12 hal : 10 )
Berkata Al Allamah Asy Syaikh Shaleh Al Fauzan
Hafidzahullah : “
Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa menikah
terkandung didalamya kebaikkan yang sangat banyak, diantaranya kesucian suami
istri dan terjaganya mereka dari terjatuh kedalam perbuatan maksiat,
Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda
barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah
dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan .“ Al Hadist (
Khutbatul Mimbariyah Fil Munaasibaatil ‘Asriyah, Syaikh Shaleh Al Fauzan : 242
)
Udah deh… cepetan menikah yuk, bukankah kita sama – sama tahu
realita tersebarnya kemaksiatan perzinaan, pornografi, onani, sampai pada
kemaksiatan banyaknya para wanita yang memamerkan auratnya dinegeri ini
siapa yang merasa aman dari terjatuh kedalam maksiat yang dahsyat ini,
sedangkan Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا
آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا
يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
” Dan orang-orang yang tidak menyembah
sesembahan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa (nya)…….. “ ( Qs.
Al Furqan 67 – 68)
Berkata Syaikh Sa’di Rahimahullah
: ” Dan
nash firman Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar
yang paling besar, perbuatan syirik didalamnya terdapat merusak agama, membunuh
didalamnya terdapat merusak badan dan zina didalamnya terdapat merusak
kehormatan” (
Silahkan lihat Taisirul Karimir Rahman )
dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda : “Hati-hatilah kalian terhadap (fitnah) dunia
dan berhati-hatilah kalian terhadap (fitnah) wanita“ (HR. Muslim dari Abu Said Al Khudry Radiyalahu
‘Anhu).
Apalagi disamping itu ada juga tujuan lain kenapa aku ingin segera
menikah yaitu dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah dan menggapai
ketenangan dalam hidup. Allah Subhaanu Wata’ala berfirman:
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
“ Maka nikahilah wanita-wanita yang lain yang
kamu senangi “ ( Qs. An
Nisa’ : 3 )
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs.
Ar-Ruum : 21).
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di
Rahimahullah : Pada ayat “لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَة ) ً merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan saying )” apa-apa yang telah tetap manfaatnya
seseorang menikah, merupakan sebab yang membawa kepada cinta dan kasih sayang,
didapatkan dengan mempunyai istri dapat bersenang-senang dengan istri dan
merasakan kenikmatan hubungan suami istri, dan mendapat manfaat mempunyai anak
dan mendidik mereka serta merasa tenang dengannya” ( Taisiirul Karimir Rahman pada ayat ini )
Selain itu juga aku ingin segera membina rumah
tangga yang sakinah mawadah warahmah dan mempunyai keturunan yang shaleh yang
akan bermanfaat untuk kedua orang tuanya menjadi tujuan tersendiri
bagiku, simak deh hadist – hadist berikut ini sebagai pelajaran untuk
kita.
Dalam sebuah hadist Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda : “
Menikahlah karena sungguh aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian kepada
ummat – ummat lainnya pada hari kiamat dan janganlah kalian menyerupai para
pendeta nasrani (yang tidak menikah –penj) “ (HR. Al Baihaqi dari Abu Ummah Radiyallahu
‘Anhu dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Adapun tentang hadist keutamaan anak shaleh, Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda : “Jika mati seorang manusia, maka putuslah
amalnya kecuali 3 perkara :
Shadaqah Jariyah
Ilmu yang bermanfaat
Anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”.
(HR. Muslim)
Ini dia diantara alasan aku ingin menikah diusia muda walaupun
aku tahu banyak tantangan yang harus kuhadapi, namanya juga mau melaksanakan
ketaatan dengan menikah untuk menjaga diri dari maksiat, jelas syaithan ngga
bakalan ridha’, mulai deh syaithan ngasih was-was (keraguan) untuk segera
menikah, mulai dibisikkin “ …ntar
loe kasih makan apa tuh bini loe… “,
ditambah lagi .”..wah
rugi brurr masih muda mau nikah… mumpung masih muda buat senang-senang aja
lagi, apalagi banyak cewek yang naksir sama loe tuh “ hembusan syetan lagi, belum lagi kita harus berusaha memahamkan
dengan baik orang-orang yang tidak sependapat dengan kita, baik itu keluarga
kita misalnya atau yang lainnya. Tapi kalau untuk menunda segera menikah tanpa
alasan syar’i kaga’ deh, terlalu beresiko. Coba deh kita tengok berapa banyak
kita dengar kasus perzinaan yang dilakukan oleh sebagian anak muda atau MBA
(married by accident –baca menikah karena zina) banyak kan…, atau kemaksiatan
lainnya karena menunda nikah. Wah…ngga deh kalau harus menjomblo diusia muda
tanpa alasan syar’i, apalagi orang yang tahu kalau dirinya tidak bisa selamat
dari perbuatan maksiat onani atau zina dan yang lainnya kecuali dengan menikah,
wajib tuh hukumnya untuk menikah. Makanya rahasia disebutkan dalam sebuah
hadist anjuran untuk menikah kepada anak muda, karena emang pada usia muda
puncak-puncaknya syahwat. Coba deh perhatikan hadist ini:
Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian
yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat
lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa
tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng
baginya “ ( HR.
Bukahri dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu )
Berkata Al Allamah Asy Syaikh Shaleh Al Fauzan
Hafidzahullah : ”
Didalam hadist ini terdapat anjuran dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam
untuk para pemuda, khususnya para pemuda kaum muslimin, dikarenakan
syahwat para pemuda lebih kuat dan kebutuhan untuk menikah disisi
mereka lebih banyak, karena inilah dianjurkan bagi mereka untuk menikah “ ( Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min
Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 304 )
Oh iya…, untuk membuat kita tambah semangat untuk segera menikah
ane bawaain hadist deh untuk menjadi penyemangat buat ane sendiri dan kita
semua untuk segera menikah. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam
bersabda. : “ Ada tiga golongan manusia yang berhak
mendapat pertolongan Allah :
Mujahid yang berjihad dijalan Allah
Budak yang menebus dirinya supaya merdeka
Dan orang yang menikah karena ingin memelihara
kehormatannya “. (HR.
Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu, dan Imam Tirmidzi berkata
hadist ini hasan )
Dan sebuah ayat yang menunjukkan keluasan karunia Allah. Allah
Ta’ala berfirman
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ
مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kawin) dari hamba sahayamu
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (Qs. An Nisa’ : 32 )
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di
Rahimahullah : “
( Pada ayat إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya ) Tidak
menghalangi mereka apa yang mereka khwatirkan dari bahwasannya jika mereka
menikah akan menjadi miskin dengan disebabkan banyaknya tanggunan dan
yang semisalnya. Didalam ayat ini terdapat anjuran untuk menikah dan janji
Allah bagi orang yang menikah dengan diberikan kekayaan setelah sebelumnya
miskin “ (Taisiirul
Karimir Rahman pada ayat ini )
Sudah deh…, buruan yuk kita menikah mumpung
masih muda…, sudah tahukan manfaat menikah, dengan sebab menikah terjaga dari
perbuatan maksiat dapat menyalurkan kebutuhan biologis dengan cara aman dan
halal dan manfaat – manfaat lainya…, burun deh nikah…
Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata : Suamiku
adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia,
taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun
1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana
tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya
kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah
menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah
setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia
berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama
kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4
tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam
perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami
kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam
keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami
bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak.
Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya
lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami
(Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah
berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam
kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu,
sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan,
karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi
kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi
nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya
telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran
tersebut.
Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia
dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap
menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki. Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku
memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal
al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya
tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala
mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.
Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada
waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun.
Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku,
demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga
kakeknya rahimahullah. Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia
meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah
aku malam ini tidur bersama ayahku... Setelah keraguan
menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya. Putriku bercerita : Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai.
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada
ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan
sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.
Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di
tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku,
"Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah)
terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa,
Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"
Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun
mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara
kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku,
Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang
Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…,
Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini
adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan
dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan
ketetapanMu baginya…
Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu..,
Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah
mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari
perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan
keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…
Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin
lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku,
angkatlah penderitaannya…" Lalu rasa kantukpun
menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh. Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau
lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok
ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi
melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…
Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya
karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya
dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada
Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya,
"Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar
untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka
melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.
Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih-
: "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha
suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…".
Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami
mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا
حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah
yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum
kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti
melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat
duha atau tidak..??
Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak
ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah
maka Allah akan menjaganya. Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang
tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala
sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang
ikut mengatur…
Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan
kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah
tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu
keselamatan telah tertutup… Maka ketuklah pintu langit
dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)
Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…
(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html ,
Diterjemahkan oleh Ustadz Firanda Andirja)
Suami pilihan
Layaknya bahtera berlayar mengarungi lautan, kadang terguncang
ombak besar dan terpaan angin kencang. Saat itulah, sangat diperlukan keberadaan
nahkoda yang handal. Nahkoda yang tenang dalam menghadapi masalah, cerdas dalam
mengambil keputusan, tegas dalam menentukan kebijaksanaan, dan handal dalam
menjalankan kepemimpinan. Agar bahtera dapat sampai dengan selamat sampai
tujuan.
Begitu pula menjalani kehidupan rumah tangga, tentu tidak selalu
harum betabur bunga indah penuh warna-warni. Kadang muncul riak-riak atau
bahkan ombak yang menghadang keharmonisannya. Saat itulah diperlukan sosok
suami yang tangguh dalam kepemimpinan. Figur yang menghantarkan pada
keselamatan dunia dan akhirat.
Hal ini tentunya dimulai dengan usaha mencari calon suami yang
shalih sebagai pemimpin keluarga. Menjadi tugas para wali dari pihak wanita
untuk memilihkan teman hidup yang mempunyai kualitas agama yang baik. Sehingga
hal ini akan mendukung kualitas keshalihan istri dan anak-anaknya.
Apalagi yang diharapkan seorang wanita kecuali kebahagiaan tatkala
pendamping hidup yang mengiringi hari-harinya adalah lelaki shalih. Bukan hanya
satu kebahagiaan yang direngkuh melainkan dua kebahagiaan. Tiada berakhir
nikmat bahagia itu saat meninggalkan dunia, namun akan tetap ada ketika
berpindah ke negeri akhirat. Karunia yang demikian besar tentunya. Tidak ada
karunia yang melebihi mendapatkan kebahagiaan di dua negeri.
Terbersitlah tanya, hal apakah yang ada pada diri suami yang shalih
sehingga bisa menyumbang besarnya kebahagiaan istri di dunia dan akhirat? Di
antara hal tersebut yaitu karena baiknya pengamalan terhadap firman Allah:
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan
mereka (para istri) dengan cara yang makruf. kemudian bila kalian tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai
sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [Q.S. An Nisa:19].
Ia adalah suami shalih yang bergaul dalam curahan kasih sayang,
penuh perhatian dan mengalah pada perkara yang bukan maksiat. Namun, ia tetap
tegas pada kesalahan istri dengan tanpa mengesampingkan hikmah dan
kelemahlembutan. Demikian pula tidak lepas dari bagusnya peneladanan terhadap
manusia terbaik dan termulia, Rasulullah `,. Sebagaimana yang dituntut kepada
setiap muslim untuk menjadikan beliau sebagai suri teladan. Sehingga ia selalu
mengambil contoh dari muamalah Rasulullah ` terhadap keluarganya, salah satunya
dalam hadits beliau bahwa, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
terhadap keluarganya.” [H.R. At Tirmidzi dishahihkanSyaikh
Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi].
Mengacu kepada ayat dan hadits tersebutlah suami yang shalih
bermuamalah dengan istri dan keluarganya. Sehingga tidaklah ia akan merendahkan
atau menyakiti istrinya terlebih menzalimi. Melainkan ia berusaha untuk berkata
dan berperilaku berhiaskan akhlak yang baik. Ia berikan yang menjadi hak-hak
istri dengan penuh penunaian, tanpa mengungkit-ungkit kebaikan yang telah
dicurahkan. Ia bersabar atas perangai yang tidak disukai dari pasangannya
selama tidak dalam pelanggaran syariat. Ia memaafkan kekurangan istri dalam
menunaikan hak-hak suami. Ia luruskan kebengkokan istri dengan cara yang halus
dan bijaksana.
Begitulah kesan eloknya pergaulan yang tercermin dari seorang suami
yang shalih. Suami yang bergaul dengan penuh pengertian akan keadaan dan sifat
seorang wanita. Suami yang memuliakan kedudukan dan hak istri. Sehingga,
tentulah akan mengukir kebahagiaan di hati seorang istri dalam hidup bersanding
bersamanya di alam dunia ini. Kebahagiaan di negeri abadi pun dapat diraih,
manakala suami yang shalih menyadari perannya sebagai pemimpin dalam
keluarganya. Pemimpin yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda
Rasulullah `, “Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi
keluarganya. Dan kelak ia akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang
mereka.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim].Suami
yang melaksanakan tugasnya dalam menjaga diri dan keluarganya dari siksa neraka
yang pedih.
Ia berusaha mengamalkan firman Allah dalam salah satu ayat-Nya yang
mulia:
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri
kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu.” [Q.S. At
Tahrim:6].
Usaha tersebut antara lain dengan menaruh perhatian terhadap
pendidikan agama melalui pengajaran ilmu dan penyampaian nasihat. Suami yang
menghasung dan membantu mereka dalam melakukan amal ketaatan. Tak luput pula
mencegah mereka dari berbuat kemungkaran, tidak membiarkan terjadinya
kemaksiatan dalam keluarganya. Hal ini pula, sebagai salah satu wujud dari
kecemburuan dan penjagaannya terhadap kehormatan istri serta mahligai rumah
tangganya.
Demikianlah gambaran indah suami yang shalih, yang mencintai istri
tidak hanya semata-mata cinta tabiat tapi juga cinta yang terpuji yaitu cinta
karena Allah, cintanya tumbuh dari dasar ketakwaan kepada Allah, sehingga
cintanya membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat. Allahu a’lam. [farhan].
Sumber: tashfiyah.net
Indahnya Nikah
Muda dalam Pandangan Islam
Pernikahan
merupakan wahana menjalin romantika kehidupan yang bersih, melestarikan
keturunan yang aman dan mendidik generasi Islam yang tangguh. Pernikahan pu
merupakan cara yang tepat untuk menyempurnakan agama, sarana penyaluran syahwat
yang sehat, mahligai suci merajut belaian cinta kasih, mrnjaga diri dari
perkara yang diharamkan sesuai fitrah, dan sarana menjernihkan rohani.
Pernikahan
merupakan kerangka dasar bagi bangunan masyarakat Muslim dan tiang penyanggabagi
bangunan hidup bersosialisasi dan bernegara. Maka sangat pantas bila seluruh
anggota masyarakat menyambut gembira dengan memberi ucapan selamat dan doa
keberkahan kepada mempelai yang sedang diliputi kegembiraan.
Menikah
merupakan fitrah manusia dalam kaitannya dengan hukum-hukum yang berlaku di
alam semesta ini. Oleh karena itu, menunda-nunda untuk menikah menyelisihi
fitrah manusia itu sendiri. Langkah baiknya jika menunda-nunda pernikahan
dijauhi kecuali memang terhalang hal-hal darurat.
Menikah di usia
muda jelas memiliki kebaikan yang banyak, karena menikah adalah benteng bagi
para pemuda agar tidak melakukan perbuatan yang keji. Meskipun di zaman
sekarang ada saja hal-hal yang dapat dijadikan alasan, seperti mahalnya beban
menikah, wali perempuan yang cenderung “pilah-pilih”, ketakutan belum bertempat
tinggal, atau mahalnya kebutuhan hidup. Hal tersebut cenderung membuat para
pemuda menunda-nunda keinginan menikah. Sebagaimana yang dikutip oleh Dr.
Sarlito dalam buku Mengantar Remaja ke Surga “ Manfaat penundaan usia
perkawinan memang banyak dan itu tidak bisa di bantah. Tetapi, kalau perkawinan
remaja sungguh-sungguh diperlukan untuk mengatasi suatu bahaya, lebih baik
kiranya pencegahan bahaya itu didahulukan. Apabila memang itulah yang dibenarkan
Agama”.
Menikah dalam usia muda memiliki banyak
kebaikan dan keistimewaan. Diantaranya menjaga dan memelihara anak-anak kita
dari fitrah. Hal demikian memberi waktu yang cukup lapang untuk mendidik dan
membesarkan keturunan. Kelak, di saat anak-anak semakin besar dan membutuhkan
banyak biaya, orang tua mereka masih mampu bekerja keras menopang kebutuhan
yang mereka perlukan. Itulah yang dicapai dengan bersegera menikah disamping
termasuk sunnah dari sekian banyak sunnah sang pendidik, Nabi Muhammad SAW.
“Mau nikah tapi belum ada modal mas?”
#Nikah kok pake nunggu ngumpulin modal, emang mau buka toko!. Nikah
kok nunggu mapan, nunggu kaya, nunggu sejahtera. Kebalik tuh. Segera nikah,
biar segera dimapankan, dikayakan, disejahterakan
“Tapi saya masih belum lulus kuliah mas?”.
#Emang sejak kapan rukun nikah pake ijasah?.
“Saya belum punya kerjaan tetap mas?”.
#Nggak penting itu punya pekerjaan tetap, yg penting tetap punya
penghasilan
“Padahal rencana saya nikah umur 30-an gitu mas”
#Coba deh diitung2, umpama cowok nikah usia 30. Anaknya lulus
kuliah udah berapa tuh usia sang bapak?. Yup, lebih dari 50 taun. Kalo nikahnya
umur 20?. Usia 40-an sudah bisa gendong cucu tuh
“Apa sih mas perbedaan besar antara pacaran dg nikah?”
#Pacaran? Rawan maksiat. Nikah? Rawan rahmat
“Nikah muda itu bahaya lho mas, psikis pasangan muda kan labil?”.
#Mangkanya buruan nikah, biar segera stabil
“Masak putus? Pacar saya udah sayang banget ma saya mas”.
#Buat kalian yg masih melihara pacar, katakan pada pacar kalian,
“Bukti cinta sejati bukan “I love you”, tapi “qobiltu”
“Mas, saya nunda nikah karena belum siap dari segi finansial?”.
#Lho, kenapa nikahnya yg ditunda, kenapa nggak finansialnya aja yg
dipercepat?
Status ngomporin nikah
ntar lagi dilanjut ya. Istri ngajak jalan2 lagi nih
#Oh ya, jalan2 sama istri itu ngoleksi pahala, lho. Kalo sama
pacar? Jawab sendiri dah
“Cieee, si mas mentang2 udah nikaaah :)”
#Cieee, mentang2 yg belum berani nikaaah
“Apa sih mas enaknya nikah muda?”
#Bocoran nih ya, ibu saya dulu nikah usia 17 taun, sekarang di usia
beliau yg baru 42 taun, beliau udah tenang, karena anak2nya dah lulus kuliah,
bahkan anaknya yg paling imut nih dah berani berumahtangga, hehe
“Nikah muda itu bahaya lho mas. Rawan perceraian, karena kondisi
emosional, finansial, psikis, anak muda masih labil. Nikah muda itu rawan lho
mas. Bayi yg lahir oleh pasangan muda itu bla bla bla”.
#Udahlah, jangan banyak alesan, diketawain sama ibu saya tuh
“Saya sering liat ada orang dewasa yg nggak nikah2?”
# Lelaki dewasa yg belum juga berani nikah kemungkinannya hanya 2:
terlalu banyak maksiat, atau kejantanannya perlu dipertanyakan :). Udahlah,
daripada tersinggung, mending berubah
“Jangankan nafkahin istri, nafkahin diri sendiri saja belum
bisa!”.
#Hah? Usia mudanya dipake ngapain aja tuh?.
“Mas, saya pingin membahagiakan ortu dulu. Masak baru lulus, baru
kerja, langsung minta nikah?”.
# Hey, bukankah lebih keren kalo kita membahagiakan ortu, istri, juga
mertua sekaligus?.
“Saya mau fokus di karir dulu mas”.
#Astaghfirullah, masih nggak percaya juga dg firman Tuhan?. Nikah
itu ngundang rezeki, bukan malah menghambatnya. Udahlah, pokoknya orang keren
adalah orang yg nggak suka cari2 alasan
“Mas, modal nikah itu berapa sih?”
#Seringan mungkin. Sesederhana mungkin. Muslimah mulia adalah yg
ringan maharnya. Resepsi, sesederhana mungkin. Undangan, sehemat mungkin.
Jangan boroskan duit di resepsi.
“Mas, adakah penelitian yg membuktikan nikah bikin kaya?”
#Buanyak. Mangkanya sempetin baca buku, nggak baca status doank
“Kenapa ada yg usai nikah tapi hidupnya malah berantakan?”
#Yg usai nikah dan lebih bahagia juga membludak. Jadi yg salah
bukan nikahnya, tapi faktor orangnya
“Kenapa kita lebih disaranin nikah muda?”
#Biar agama kita disempurnakan oleh Tuhan di usia kita yg semuda
mungkin
“Kalo belum ketemu jodoh gimana, mas?”
#sebagamana rezeki, begitulah jodoh. Rezeki memang ditangan Tuhan,
tapi kalo nggak dijemput ya bakal ditangan Tuhan teruuus
“Lha cara jemput jodoh itu gimana mas?”
#Gitu masih ditanyain? Ckckckck.. katanya udah gedhe
“Kenapa sih mas dari kemaren ngomporin nikah muda?”.
#Karena saya pingin anak2 muda sebahagia kami, hehe.
“Boro2 nikah, kuliah aja nggak lulus2. Boro2 nikah, kerja aja nggak
dapet2. Boro2 nikah, usaha aja nggak jalan2. Boro2 nikah, ortu aja belum
ngizinin. Boro2 nikah, jodoh aja nggak dapet2″.
# Ini nih pikiran anak muda yg pesimis. Asal tahu saja nih ya, di luar sana ada banyak banget yg nikah tapi kuliahnya makin lancar, yg nikah dan karirnya makin cepat, yg nikah dan usahanya makin melejit, yg masih muda tapi dapat jodoh yg hebat, yg masih muda tapi udah diizinin ortunya nikah. Kira2 apa yg bedain kalian dg mereka?. Bener, mereka kreatif cari solusi, bukan cuma kreatif cari alesan :). Mereka semangat cari jalan keluar, bukan cuma bisa ngeluh sambil fb-an
# Ini nih pikiran anak muda yg pesimis. Asal tahu saja nih ya, di luar sana ada banyak banget yg nikah tapi kuliahnya makin lancar, yg nikah dan karirnya makin cepat, yg nikah dan usahanya makin melejit, yg masih muda tapi dapat jodoh yg hebat, yg masih muda tapi udah diizinin ortunya nikah. Kira2 apa yg bedain kalian dg mereka?. Bener, mereka kreatif cari solusi, bukan cuma kreatif cari alesan :). Mereka semangat cari jalan keluar, bukan cuma bisa ngeluh sambil fb-an
“Aduh, mas, puasa2 gini ngomporin nikah :)”
#Karena puasa itu nikmat banget. Yg dah nikah, sahur dibangunin
istri. Yg belom nikah? Betah amat bertaun2 dibangunin alarm :). Yg dah nikah,
terawih berjalan ke mesjid bareng istri. Yg belom? Kaciiiaaan :). Yg dah nikah,
buka masakan istri. Yg belom? Betah amat seumur2 nasi bungkusan :). Yg dah
nikah, pas tilawah, ada yg dengerin, ada yg nyimak, ada yg benerin. Pas tidur,
ada yg nemenin. Pas sedih, ada yg dicurhatin. Pas nangis, ada pundak tempat
bersandar. *Ciyeee..
Daripada pingin, buruan berbenah, dan segera nikah muda
Nikah ituuuu,
menenangkan. Juga menyenangkan. Beneran. Apalagi nikah muda, beuuh, serasa
kayak pacaran. Tapi ini pacarannya keren, pacaran setelah pernikahan
Daripada protes,
daripada tersinggung, daripada panas, daripada pingin, mending berbenah,
mending berubah, mending berdoa, semoga bisa tergapai cita-cita nikah muda
5 langkah membina keluarga bahagia bertabur cinta
Sebesar
perhatiannya terhadap keberlangsungan hidup sebuah bangsa, sebesar itu pulalah
perhatian Islam kepada keluarga. Karena tidak akan mungkin sebuah bangsa mampu
berdiri tegak dalam kekokohan tanpa didasari oleh keluarga-keluarga yang juga
kokoh dan berdaya tahan. Keluarga
merupakan unit terkecil yang menyusun bangunan sebuah negara. Ibarat sebuah
cermin, keluarga dapat menjadi miniatur untuk melihat baik-buruk, kokoh-rapuh,
serta maju-mundurnya setiap negara di mana unit-unit keluarga itu berada.
Keluarga juga merupakan titik tolak, yang menjadi landasan pacu bagi setiap
anggotanya untuk menjadi sebagai apa yang dicita-citakan.
Sudah menjadi
rahasia umum, bahwa orang-orang besar dan berpengaruh lahir dari rahim
keluarga-keluarga harmonis. Sementara orang-orang kerdil dan inferior,
kebanyakan berasal dari keluarga sarat konflik, kering dari nilai ketuhanan dan
kasih sayang.
Setiap orang,
pasti mendambakan anak, istri, suami yang berkepribadian mengagumkan. Mendapat
kesuksesan dunia: fasilitas hidup nyaman, rumah yang luas, kendaraan yang
bagus, harta yang banyak, status social yang tinggi, disenangi kawan, disegani
lawan, dan lain-lain. Juga sukses akhirat: memperoleh ridha Allah, dibebaskan
dari siksa neraka dan masuk ke dalam surga dengan sejahtera.
Namun, sangat
disayangkan, banyak orang dengan dalih ingin meraih keberhasilan dan mengangkat
derajat keluarga seseorang pergi ke tempat-tempat yang jauh dengan
menelantarkan keluarganya. Mengerjakan aktivitas yang tak berkaitan dengan
tujuan yang dicita-citakan, selain isapan jempol dan permainan angan. Mereka
mungkin lupa bahwa sesungguhnya rahasia kesuksesan itu ada di tengah-tengah
keluarga.
Untuk itu,
setiap suami dan istri, semestinya memberikan perhatian yang tinggi terhadap
keluarga; Menggali sebab-sebab yang mempengaruhi kemampuan keluarga
menghadiahkan kesuksesan yang kepada semua anggotanya; mengasah ketajamannya;
serta memupuk kesuburannya.
1. ORIENTASI
Tidak semua
orang mempunyai orientasi yang sama dalam membangun keluarganya. Ada yang
mendasarinya dengan orientasi duniawi: kesenangan, kekayaan, kekuasaan,
keturunan dan kecantikan/ketampanan. Ada pula yang melandasi dengan orientasi
ukhrawi. Yang pertama tidak akan mendapat bagian apa-apa di akhirat. Sementara
yang kedua, akan merengkuh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah SWT
menerangkan, “Barang siapa yang mengharapkan kehidupan dunia dan
perhiasannya maka Kami akan penuhi keinginan mereka dengan membalas amal itu di
dunia untuk mereka dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Mereka itulah
orang-orang yang tidak meraih apa-apa ketika di akhirat melainkan siksa neraka
dan lenyaplah semua amal yang mereka perbuat selama di dunia dan sia-sialah
segala amal usaha mereka” (Qs. Hud 15-16)
Keluarga dengan
orientasi ukhrawi adalah keluarga yang terdiri dari pribadi-pribadi yang tidak
menautkan tujuan di dalam hatinya selain kepada surga dan ridha Allah. Dimulai
sejak akan menikah; ketika memilih pasangan, pada saat melangsungkan pernikahan
hingga setelah terbentuk sebuah rumah tangga; berperan sebagai suami, istri dan
orang tua. Sehingga, segala bentuk pemikiran, kata maupun perbuatannya adalah
wujud dari harapan yang besar akan perjumpaan dengan Allah.
Kekhusyukan
dalam hal ini menjadi teramat urgen. Karena hanya dengan hati yang khusyuk
sajalah seseorang dapat menjaga keistiqamahan dalam berorientasi. Bahkan dalam
kondisi-kondisi ketika dihantam musibah yang mengguncangkan jiwa sekali pun,
orang yang khusyuk senantiasa tetap sadar bahwa orientasi hidupnya hanyalah
Allah SWT.
Firman Allah, “Yaitu,
orang –orang yang apabila ditimpa musibah ia mengucapkan: ‘inna lillahi wa
innaa ilaihi roojiuun...” (Qs. Al-Baqarah156).
Lalu, bagaimanakah
jika kesadaran untuk menjadikan Allah sebagai orientasi dalam berkeluarga itu
muncul setelah berkeluarga? Mulailah sekarang juga untuk memperbaikinya.
Mengikhlaskan apa saja yang telah berlalu, dan berharap kepada Allah terhadap
setiap hal yang diusahakan untuk keluarga anda.
2. CINTA
Allah telah
mengabarkan kepada kita, bahwa cinta tertinggi setiap mukmin adalah kepada
Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Setelah itu, baru cinta kepada orang tua,
suami, istri, anak, saudara seiman dan lain-lain.
Firman Allah, “Katakanlah,
jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum kerabat, harta
benda yang kalian miliki, dan perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, itu
lebih kalian cintai dari pada Allah, Rasul dan berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (Qs. At-Taubah 24).
Untuk
menghadirkan cinta tertinggi di lubuk sanubari, setiap pasangan suami-istri
harus berusaha menjaga perasaan cinta di dalam diri dan keluarganya. Mampu
menjaga ikatan cinta di antara mereka dan tahu hal-hal yang dapat kian
menumbuhsuburkan perasaan cinta di dalam hatinya. Karena kekuatan cinta suami
istri turut berperan dalam mengokohkan cinta kepada Allah SWT.
Seorang mantan
aktris yang kini aktif di dunia parenting islami mengungkapkan apa yang
menurutnya dapat menyuburkan cinta suami kepada istri dan sebaliknya, “Setiap
suami akan merasakan cinta kepada istrinya kian menguat bukan karena kelihaian
syahwat, melainkan karena kelapangan hati istri dalam menerima nafkah dan
rezeki, kepandaian menjaga harga diri suami dengan pergaulan yang suci dan baik
–terutama dalam pergaulan dengan lawan jenis– dan karena keterampilan serta
kesabarannya dalam mendidik dan mengasuh buah hati mereka.”
Sungguh, amat
besar pahala yang dijanjikan kepada istri yang ikhlas dalam mengurus rumah
tangga dan anak-anaknya. Dalam sebuah riwayat Rasul SAW bersabda: “Siapa di
antara kalian yang ikhlas tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak dan
melayani segala urusan suaminya, maka ia akan memperoleh pahala yang kadarnya
sama dengan pahala para mujahidin yang berjuang di jalan Allah” (HR.
Bukhari dan Muslim)
“Sementara
istri,” lanjutnya, “bertambah kuat cintanya kepada suami bukan karena jumlah
uang belanja yang tak ada batasan atau pemberian hadiah permata, baju, sepatu,
berlian, zamrud, dan emas tidak berputusan dan berkeliling dunia kapan saja
bisa. Tidak! Banyak ratu-ratu menjalin cinta dengan lelaki biasa bukan karena
pemberian dan jaminan raga, melainkan karena kelembutan hati dan ketertimangan
diri.”
Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya cinta:
1.
Sifat/kelebihan yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia kagum dan jatuh cinta
padanya,
2. Perhatian sang
kekasih terhadap sifat-sifat tersebut, dan
3. Pertautan
antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Di atas semua
itu, keshalihan dan kedekatan dengan Sang Maha Dekat, akan membuat daya
“magnet” seorang suami/istri bertambah kuat. Karena keshalihan dan kedekatan
kepada sang Khaliq akan mengundang cinta-Nya. Dan manakala Allah telah
mencintai kita, maka akan mencintai kita pula segenap makhluk dengan ijin-Nya.
Cinta seorang
istri kepada suaminya, atau suami kepada istrinya, bukan lagi semata karena
ikatan perkawinan. Namun, ada dan tidaknya hal-hal yang menjadi sebab datangnya
cinta Allah sebagai alasan. Sehingga, kadar cinta suami/istri akan bertambah
dan berkurang, seiring meningkat dan menurunnya kualitas ibadah dan keimanan
pasangannya. Keduanya senantiasa menyadari, bahwa cinta yang tidak dibangun di
atas pondasi mahabatullah, hanya akan menjerumuskan ke dasar jurang
kelalaian dan kenistaan.
3. NAFKAH
Meski bukan
segalanya, nafkah berupa materi tetap menjadi sesuatu yang tidak bisa
diremehkan begitu saja. Dalam sebuah penelitian disertasi doktoral, Jan
Andersen menemukan 70% responden mengakui bahwa keuangan merupakan penyebab
perceraian. Karena keluarga tak mungkin bisa berjalan tanpa ada nafkah yang
menggerakkan roda perekonomiannya. Materi bagi keluarga-keluarga muslim menjadi
sarana pemenuhan tuntutan syariat, menjaga ‘iffah (kemuliaan diri) dari
meminta-minta, serta sebagai pembatas agar tidak dekat kepada kekafiran.
Islam
mewajibkan bagi orang yang mampu untuk memberi nafkah. Allah Ta’ala berfirman, “Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar)
apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (Qs. Ath-Thalaq 7).
Bahkan Rasul
SAW mengingatkan dalam haditsnya: “Seseorang itu cukup berdosa bila ia
menyia-nyiakan orang yang harus diberi belanja.” (HR. Abu Daud dan
lain-lain) Tidak harus banyak, asalkan halal. Banyak sedikit sangat relatif.
Namun, kehalalan nafkah yang diberi, tidak bisa ditawar-tawar. Mengabaikan
kehalalan dapat berakibat sangat fatal bagi semua pribadi di dalam keluarga:
tidak diterima doa dan ibadahnya, mendorong berperilaku menyimpang, menghalangi
ketaatan hingga menjadi penyebab terlemparnya ke dalam Jahanam.
Menenteramkan
sungguh kalimat-kalimat yang mengalir dari lisan istri-istri sahabat dan
generasi salafus shalih setiap kali mengantarkan suami-suami mereka yang hendak
mengais rezeki: “Suamiku, bertakwallah kepada Allah terhadap apa yang akan
engkau nafkahkan kepada kami. berikanlah kepada kami hanya nafkah yang halal.
Karena perihnya kelaparan dapat kami tahan, sementara panasnya neraka yang
memanggang tak mungkin membuat kami dapat bertahan.”
4. BERBUAT ADIL
Adil berarti
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Lawan adil adalah zalim. Dan ukuran yang
paling tepat untuk menilai adil atau zalimnya seseorang adalah Al-Qur’an.
Karena hanya Al-Qur’an sajalah yang tidak mengandung perselisihan di dalamnya.
Sehingga tidak akan membuat siapa pun bingung harus bersikap seperti apa.
Berbeda sangat jauh dengan hukum/aturan apa pun buatan manusia yang mudah
diinterpretasikan sekehendak hatinya.
Adil tidak
terbatas pada suami istri harus memenuhi setiap kewajibannya sebagai suami
terhadap istri maupun sebagai istri terhadap suami, juga kewajiban keduanya
terhadap anak-anak mereka. Akan tetapi adil, meliputi pemenuhan terhadap semua
perintah dan larangan Allah yang mengenai diri setiap pribadi di dalam
keluarga.
Suami yang adil
adalah, yang taat kepada Allah, melaksanakan tugas memimpin, menafkahi dan
mendidik istri dan anak-nya. Istri yang adil adalah yang memenuhi semua
perintah Allah SWT dan larangan-larangannya, taat, menjaga harta, kehormatan
diri dan suaminya, dan mengasuh secara baik anak-anaknya.
Rasul SAW
bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang harus engkau
tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan keluargamu
memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka tunaikanlah hak-hak
masing-masing dari semua itu.” (HR. Bukhari).
Rasul SAW juga
menyebutkan, bahwa ada tiga hal yang dapat menyelamatkan. Di antara ketiga hal
itu adalah: “Berbuat adil dalam keadaan ridha (senang) maupun dalam keadaan benci”
5. SALING
MENASEHATI
Tidak seorang
pun yang tidak memerlukan nasihat orang lain. Suami, membutuhkan nasihat
istrinya. Istri mengharapkan bimbingan suaminya. Anak-anak merindukan untaian
lembut nasihat kedua orang tuannya. Orang tua, terkadang perlu mendengar
pendapat anak-anaknya.
Ingat apa yang
dilakukan Ibunda Khadijah terhadap Rasulullah SAW sesaat setelah turun wahyu
yang pertama? Ketika sekujur tubuh Rasulullah SAW menggigil karena khawatir
akan keselamatan dirinya, wanita agung itu hadir dengan nasihat-nasihat yang
menenteramkan jiwa. “Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah yang
menguasai diriku, “Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Engkau orang yang
sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan, selalu berkata benar,
menyantuni anak yatim piatu, memuliakan tamu dan memberi bantuan kepada setiap
orang yang ditimpa kesusahan.”
Rasul SAW
melukiskan kesannya yang mendalam: “Khadijah beriman kepadaku ketika
orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan.
Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku
apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari
selain dia” (HR. Imam Ahmad).
Nasihat (dengan
ijin Allah), dapat membuat yang lupa menjadi ingat. Yang tersesat kembali
selamat. Dan yang lemah jadi bersemangat. Demikian indah kiasan yang Allah
berikan bagi pasangan suami istri. Dalam surat Al-Baqarah 187 Allah menyebut: “Mereka
(istri-istrimu) itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka!”
Apa saja yang
dilakukan oleh pemilik pakaian terhadap pakaian kesayangannya? Tentu, bukan
hanya memakai secara terus menerus sampai pakaian tersebut usang, bau dan sobek
sana sini. Orang yang bijak, selain memakai ia pun akan berpikir untuk menjaga
agar pakaiannya tidak koyak, senantiasa dalam keadaan halus, harum dan wangi.
Karenanya, setiap kali pakaiannya itu kotor, ia akan memilihkan detergen yang
terbaik untuk mencuci. Setelah kering, pakaian itu akan diseterika dan diberi
wewangian. Lalu, diletakkan di tempat yang terbaik di dalam lemari.
Maka, demikian
pula yang seharusnya dilakukan seorang suami/istri terhadap pasangannya. Ia
akan selalu menjaga kebersihan jiwa dari segala hal yang mengotorinya.
Menghiasi dengan wangi akhlak yang terpuji. Dan membentengi dari ancaman apa
pun yang dapat merusakkan hati. Mereka akan selalu saling menasehati untuk
menetapi kebenaran dan kesabaran, sebagai wujud kasih sayang dan perhatian yang
mendalam. Sebelum segalanya terlambat, dan taubat pun tiada lagi bermanfaat.
Semoga
keluarga-keluarga kita menjadi keluarga yang mulia dan dimuliakan. Dipenuhi
cahaya iman dan ketakwaan. Dan ditaburi cinta yang tak berkesudahan.
[voa-islam]
Oleh : Sumedi,
A.Md.Tek.
Nikmatnya
Pacaran Setelah Menikah
♥♥ Buat
RENUNGAN bersama, TIDAK mengajak DEBAT, semuanya ku kembalikan kepada SAHABAT
fillah saja. MAU PACARAN atau TIDAK ♥♥
Duhai Hati..
Janganlah kau
bersedih ketika sahabatku yang lain pada BERPACARAN, bukannya aku tidak gaul ataupun
tidak mengikuti zaman.
Duhai Hati...
Ku tau kau
pasti menginginkan untuk PACARAN? Tapi kucoba untuk selalu melawan permintaanmu
itu, karena aku tidak ingin jatuh kelembah Syaithan, yang akan menjerumuskanku
kedalam Neraka.
Duhai Hati...
Sempat aku
bertanya kepada Ibundaku tersayang dan tercinta tentang makna JOMBLO.
Aku: Bunda, anakmu ingin bertanya. Enak Pacaran sesudah MENIKAH atau SEBELUM MENIKAH?
Bunda: Anak ku sayang, diantara PACARAN sesudah NIKAH dan PACARAN sebelum NIKAH. Lebih indah PACARAN yang sesudah MENIKAH.
Aku: Bunda, anakmu ingin bertanya. Enak Pacaran sesudah MENIKAH atau SEBELUM MENIKAH?
Bunda: Anak ku sayang, diantara PACARAN sesudah NIKAH dan PACARAN sebelum NIKAH. Lebih indah PACARAN yang sesudah MENIKAH.
Aku: Indahnya
apa bunda? Bukannya sama-sama PACARAN?
Bunda:
Indahnya, jika PACARAN sebelum MENIKAH hanya INDAH sesaat. Sedangkan PACARAN
setelah MENIKAH indahnya samapai lama.
Aku: Maksudnya
bagaimana Bunda?
Bunda: Begini
anakku sayang, jika PACARAN sebelum MENIKAH pasti kalau memegang hanya sesaat
dan jika sudah PUTUS hubungan PACARAN itu kamu tidak bisa memagang ataupun
menyentuh dia. Sedangkan PACARAN setelah MENIKAH, kamu boleh melakukan apa saja
yang kamu inginkan karena dia telah HALAL buatmu. Sudah Paham belum anak ku
sayang?
Aku:
Alhamdulillah sudah bunda.
Duhai Hati...
Ku tau kau
menginkan seorang pendamping yang baik, sholeh dan mencintai Allah, Rasul,
dirimu, jekuargamu dan orang tuamu bukan? Jika kau ingin menginginkan seseorang
yang seperti itu maka kita harus menjadi yang baik, dan sholeh. Bukankah Allah
telah berfirman didalam QS. An-Nur ayat 26:
artinya:
wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang
baik. QS. An Nur ayat 26.
Duhai Hati...
Duhai Hati...
Jika orang yang
telah PACARAN akan ada RUGI yang akan diterima:
1. Hilangnya
suatu HARGA diri seseorang.
2. Membuat nama
orang tua tercoret, jika telah melakukan ZINA.
3. Lebih
memintangkan PACARNYA dari pada Allah, dan masih banyak lagi.
Duhai Hati...
Bukankah
PACARAN akan terjerumus dalam dosa Zina? Ingatlah akan Firman Allah ini duhai
hati. Allah telah berfirman: dan janganlah kalian mendekati ZINA, sesungguhnya
ZINA itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. QS. Al
Isra ayat 32.
Duhai Hati...
Duhai Hati...
Sekarang kau
tinggal memilih antara PACARAN setelah MENIKAH atau sebelum MENIKAH? Karena
Cinta yang HALAL itu tidak mudah diraih dan didapat.
Info Selengkapnya
kunjungi Blog Kami JAMB
http://nugrohowicakson.blogspot.com/
☆ Semoga Bermanfaat ☆
☆ Semoga Bermanfaat ☆
Aamiin....
^_^ Senyum
Santun
Semoga tulisan
sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang
berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab
Semoga
bermanfa'at.insya Allah
Bilamana
catatan ini dirasa bermanfaat bagi Para Sahabat ?
Maka
Sebarkanlah dgn cara klik tombol "share/bagikan" dibawah catatan ini,
semoga membawa
PERUBAHAN ke yang lebih baik bagi Bangsa ini & menjadi amal jariyah bagi
kita semua,aamiin... :-)
✿ Prinsip ABC ✿
✩ A mbil yang baik
✩ B uang yang buruk
✩ C iptakan yang baru
Seperti apa istri yang shalihah itu
Yang terbayang
di pikiran ketika mendengar istri shalihah adalah wanita yang senantiasa menjaga
shalat, banyak melakukan shalat sunnah, berpuasa bulan Ramadhan. Menunaikan
ibadah haji, rajin melaksanakan ibadah umrah, tak pernah berhanti berdzikir
kepada Allah dan komitmen menjaga jijab dan memelihara rumah.
Pemahaman
seperti itu tidak salah, insya Allah, bila dilihat dari sisi kepentingan
pribadi wanita itu sendiri. Akan tetapi, pemahaman itu masih kurang sempurna
bila membaca hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkaitan dengan
penjelasan beliau tentang definisi wanita shalihah. Beliau bersabda,
“Tidak ada
perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah
daripada istri yang shalihah. (Yaitu), bila ia menyuruhnya maka ia mentaatinya,
bila suami memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah maka ia
mendukungnya, dan bila ia perg maka ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya.”
(HR. Ibnu Majah).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqas rahimahullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Empat hal yang termasuk kebahagiaan, yaitu isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal termasuk penderitaan adalah tetangga yang buruk, istri yang buruk, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit. (HR. Ahmad).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqas rahimahullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Empat hal yang termasuk kebahagiaan, yaitu isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal termasuk penderitaan adalah tetangga yang buruk, istri yang buruk, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit. (HR. Ahmad).
Dalam hadis di
atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, wanita shalihah
merupakan salah satu sebab kebahagiaan dari empat sebab kebahagiaan. Dan
sebaliknya, wanita yang tidak shalihah merupakan salah satu dari empat penyebab
kesengsaraan. Hadis Nabi berikut mempertegas hal tersebut. Beliau bersabda, “Dan
di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah. Jika engkau memandangnya, engkau
akan kagum kepadanya. Dan jika engkau pergi darinya, engkau tetap merasa aman
tentang dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang
apabila engkau memandangnya, engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan
kata-kata kotor kepadamu. Dan jika engkau pergi darinya, engkau tidak merasa
aman atas dirinya dan hartamu.” (HR. Ibnu Hibban di dalam as-Silsilah
ash-Shahihah, hadits no. 282).
Tampak jelas,
Nabi telah menyebutkan empat karakteristik wanita shalihah. Keshalihah seorang
wanita tidak hanya terbatas pada banyaknya shalat, puasa, haji, umrah atau
banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Empat sifat atau akhlak di atas
berkaitan dengan kepuasan dan ridha suami terhadap isteri, dari mulai sikap
mentaati, berhias, dan menjaga diri serta memelihara harta sang suami.
Seorang wanita,
apabila shalat dengan baik, qiyamul-lail hingga kakinya bengkak. Selalu
berpuasa, dan lisannya senantiasa bedzikir serta berhijab dengan sempurna, ia
tidak bisa disebut sebagai wanita shalihah apabila ia selalu melawan suami.
Brpenampilan kurang sedap di hadapan suami, bersikap kurang ramah dan tidak
menjaga dirinya, serta membelanjakan harta suami tanpa seizinnya.
Oleh karenanya,
keberadaan wanita shalihah semestinya dipandang dari tujuan utama dicipta
wanita, yaitu berfungsi sebagi sumber ketenangan dan ketenteraman suami. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu dari isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kamu yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Penulis: Erwin
Sulaiman – Universitas Muhammadiyah Jakarta
5 hal yang tidak boleh dilupakan dalam mendidik anak shalih
Segala hal yang berkaitan dengan pendidikan anak, selalu menarik
perhatian setiap orang tua. Tidak heran bila buku-buku tentang pendidikan anak
selalu menjadi “buruan” para ayah dan ibu sepanjang waktu. Sebuah ekspresi akan
besarnya tanggungjawab terhadap tumbuh kembangnya anak-anak dalam fitrahnya
yang suci.
Terlalu banyak argumen yang dapat disajikan, mengapa orang tua
harus bersemangat dalam mendidik anak. Baik alasan-alasan yang bersifat diniyah
maupun duniawiyah. Dalam dimensi keduniaan, anak-anak yang terdidik dengan
pendidikan rabbani akan menunjukkan baktinya kepada kedua orang tua; memberikan
perhatian penuh di segala susah dan senangnya; Mengangkat derajat kemuliaan
dengan karya-karya terbaik di mata manusia; dan merawat dengan penuh kasih
sayang di kala tua.
Sementara dalam dimensi akhirat, cukuplah kiranya satu hadits
Rasulullah SAW sebagai spirit: “Jika anak Adam meninggal dunia, terputuslah
segala amalnya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa’i dan Ahmad).
Keshalihan dan kedekatan kepada Allah adalah bekal utama dalam
menjalankan peran mulia ini. Di samping itu, bekal lain yang harus dimiliki
oleh setiap orang tua dalam mendidik anak-anak mereka adalah ilmu. Ilmu tentang
urgensi, objek (hal-hal yang harus diutamakan), metode, hingga sarana-sarananya.
Kedua bekal utama di atas, insya Allah telah cukup memadai untuk
membentuk anak-anak shalih dengan ijin-Nya. Namun, agar usaha orang tua lebih
optimal, ada beberapa hal yang tidak boleh dilupakan ketika mendidik anak-anak
mereka:
1.
Kerjasama
Dalam konteks keluarga, kita mengenal istilah keluarga inti dan
tambahan. Keluarga inti meliputi; ayah, ibu dan anak-anak. Sedangkan keluarga
tambahan adalah semua orang yang tinggal seatap dengan keluarga inti seperti;
adik, kakak, keponakan, pembantu dan lain-lain. Sekaitan dengan usaha mendidik
anak, semua pihak baik yang termasuk keluarga inti maupun tambahan harus
bekerjasama dengan baik. Memiliki persepsi dan sikap yang sama tentang apa yang
semestinya mereka perbuat dan tidak di depan anak-anak. Jangan sampai ada
seorang pun yang menjadi model negatif, dari sisi perilaku dan ucapannya.
Kondisi ini lebih mirip pada pembentukan bi’ah
shalihah (lingkungan yang kondusif) bagi tumbuh suburnya
potensi-potensi kebaikan pada diri anak-anak. Sehingga fungsi rumah sebagai masjid
akan tampak lebih dominan di mata anak-anak, dengan hadirnya ta’awun (saling
bekerjasama) dalam hal kebaikan di antara orang-orang yang bernaung di
dalamnya.
2.
Lemah lembut
Kalau boleh dianalogikan, anak ibarat benih yang baru mengeluarkan
tunasnya. Meski butuh air untuk pertumbuhan, siapa pun tidak boleh menyiramkan
air dengan jumlah yang berlebihan. Berlebihan dalam menyiramkan air justru akan
menyebabkan tunas itu patah dan tidak dapat tumbuh dengan sempurna. Demikian
halnya dengan anak. Kendati sangat butuh arahan, nasihat dan didikan, tidak
selayaknya pendidikan anak dilakukan dengan cara-cara kasar. Alih-alih
meninggalkan kesan, sebaliknya akan mengakibatkan anak-anak terganggu secara
kejiwaan.
Rasul SAW bersabda; “Sesungguhnya Allah Maha lembut, menyukai orang
yang lembut. Dan sesungguhnya Allah memberikan kepada kelembutan apa yang tidak
diberikannya kepada sikap kasar.” (HR. Muslim)
3.
Bertahap
Allah menyertakan setiap syariat yang diturunkan-Nya dengan minhaj
(metode implementasi)-nya masing-masing. Mengikuti kesempurnaan Islam, Allah
pun menjadikan metode implementasinya sebagai minhaj yang paling sempurna. Di
antara minhaj
itu adalah; marhaliyah (bertahap). untuk itu, setiap waktu dalam mendidik anak
yang merupakan bagian dari mengajarkan Islam, syariat menuntut orang tua untuk
melakukannya secara bertahap.
Hal ini berarti, secara otomatis mengharuskan orang tua mampu
membuat skala prioritas, tentang mana yang harus didahulukan dan apa yang mesti
diakhirkan. Memulai dari hal-hal yang mudah, dari diri dan lingkungan
terdekatnya, serta disesuaikan dengan kemampuan berpikir atau mencerna setiap
peristiwa dan kata-kata. Dengan bertahap, orang tua akan lebih mudah melakukan
evaluasi. Dengan bertahap, anak-anak akan mudah mengambil setiap pelajaran yang
diberi.
4.
Evaluasi
Keberhasilan apa yang bisa diketahui dari proses pendidikan anak
tanpa evaluasi? Tidak ada. Karenanya, evaluasi menjadi bagian penting yang tak
terpisahkan. Karena dengan evaluasi orang tua dapat mengetahui hal-hal apa sajakah
yang telah dan belum diberikan kepada anak-anak, serta tindakan terbaik apa
yang akan diambil karenanya. Orang tua dapat memilih caranya sendiri-sendiri
dalam melakukan evaluasi atas proses pendidikan anak yang mereka lakukan. Untuk
itu, luangkan sebagian dari waktu-waktu anda khusus untuk melakukan evaluasi
ini. Bila perlu, buat form berisi daftar hal-hal yang perlu dievaluasi.
Kita tentu ingat apa yang dilakukan Rasulullah dengan mendatangi
rumah Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibnul Khatthab di
waktu-waktu qiyamul lail. Juga ketika Rasulullah menanyakan kepada para
shahabat: “Siapakah di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar
menjawab, “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bertanya lagi: “Siapakah hari
ini yang mengantarkan jenazah orang yang meninggal?” Abu Bakar menjawab, “Saya
wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah di antara kalian yang
hari ini memberikan makan pada orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya wahai
Rasulullah.” Rasulullah SAW bertanya kembali “Siapakah di antara kalian yang
hari ini telah menengok orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya wahai
Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah semua amal di atas
terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga” (HR Bukhari).
5.
Konsisten
Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah
adalah yang paling konsisten, meskipun sedikit” Berbeda dengan amal
yang banyak tapi hanya sesekali, amal yang konsisten dilahirkan oleh hati yang
khusyuk, sehingga lebih berpahala dan jauh lebih besar pengaruhnya.
Hubungannya dengan mendidik anak, konsistensi sangat dibutuhkan.
Sebagai jawaban atas fitrah jiwa manusia yang mudah berubah-ubah tergantung
lingkungan dimana ia berada. Lebih-lebih dalam kondisi di mana kemaksiatan seolah
tak berjeda. Tersebar hampir di setiap sudut kota, di pinggiran jalan raya, dan
melalui televisi menyelinap ke bilik-bilik rumah kita. Ketidakonsistenan orang
tua hanya akan “menyulap” nilai-nilai rabbani yang dengan susah payah
ditanamkan, lalu berganti dengan budaya jahiliyah yang penuh kehinaan.
Ya Rabbi, anugerahkanlah kepada kami anak-anak
yang shalih, yang dengan keshalihannya Engkau berkenan mengumpulkan kami
bersama para nabi, shidiqin, syahada dan shalihin…! [voa-islam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar