Senin, 02 November 2015

skripsi siang bab 6

BAB VI
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.    Konsep Rabbani dalam QS. Ali-Imran Ayat 79 di Tafsir al-Mishba<h Karya M. Quraish Shihab dan Kaitannya dengan Sifat Pendidik dalam Pendidikan Islam
Rabbani diartikan sebagai pendidik, maka seorang pendidik dituntut untuk terus menerus belajar dan setelah dia selesai belajar dia harus ,mengajarkannya pada orang lain, khususnya kepada peserta didiknya. Dalam hal ini berarti dia harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya. Hal ini sesuai dengan fungsi seorang pendidik, yakni fungsi pengajaran: artinya seorang pendidik berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat ini ada kaitannya dengan sifat pendidik dalam pendidikan islam yaitu Seorang pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan pengetahuan, dan kajiannya. Seorang guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni.
2.    Konsep Rabbani dalam QS. Ali-Imran Ayat 79 di Tafsir al-Azhar Karya  Hamka dan Kaitannya dengan Sifat Pendidik dalam Pendidikan Islam
Rabbani diartikan Orang-Orang ketuhanan atau orang-orang yang sangat dekat dengan Tuhan. ditegaskan pula bagaimana manusia dapat mencapai tingkat Rabbani itu: yaitu mana-mana orang yang telah mempelajarinya dan telah pandai, hendaklah ia mengajarkannya pula kepada orang lain, dan yang kedua hendaklah ia selalu mengkajinya atau mempelajarinya pula, mentelaah dan membahas, sampai dia kenal betul akan maksud Tuhan. Seorang Rabbani hendahnya menjadi pencontoh Nabi pula, mengajak orang lain mendekati Allah, bukan memuji dirinya sendiri. Pendapat ini sesuai dengan salah satu sifat pendidik yakni, Seorang pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan pengetahuan, dan kajiannya. Seorang guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni. Selain itu Hamka juga menyebutkan bahwa seorang pendidik juga harus menjadi pencontoh para Nabi, agar seorang pendidik juga bisa jadi contoh atau tauladan bagi peserta didiknya. 
3.    Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir al-Mishba<h Karya M. Quraish Shihab dan Tafsir al-Azhar Karya Hamka
Persamaan  dan  perbedaan penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka yaitu:  dalam  Tafsir al-Mishba<h  dan  Tafsir  al-Azhar  sama-sama menggunakan metode  tahlili, sedangkan corak yang digunakan  adalah corak tafsir  Adabi  al-Ijtima`I.  Hamka tidak banyak memberikan penekanan pada  penjelasan makna kosakata  akan tetapi M. Quraish Shihab lebih banyak memberi penekanan pada pengertian kosakata dan pada ungkapan-ungkapan al-Qur'an.  Hamka lebih  banyak memberikan penekanan pada pemahaman ayat-ayat al-Qur'an secara menyeluruh. Setelah mengemukakan terjemah ayat, Hamka biasanya langsung menyampaikan uraian makna dan petunjuk yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan dengan tanpa banyak menguraikan makna kosakata. Dilihat dari sudut bahasanya, dalam Tafsir al-Mishba<h  yakni sudut bahasa yang  digunakan adalah bahasa yang modern atau kontemporer. Sedangkan dalam Tafsir al-Azhar yakni sudut bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra (nuansa sastranya sangat kental).

B.  Saran
Dari kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran-saran, untuk lembaga pendidikan islam, khususnya bagi para pendidik untuk selalu mengembangkan dan menambah wawasan keilmuannya, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Agar ilmu yang dimiliki oleh seorang pendidik tidak terbatas. Karena seorang pendidik memiliki tanggungjawab yang besar untuk mendidik dan mencetak para generasi muda, menjadi generasi Rabbani seperti yang telah penulis bahas pada skripsi ini. Tentunya bisa menjadi generasi yang beriman, berakhlak mulia, bertanggungjawab, dan dapat membawa dunia pendidikan menjadi lebih baik lagi. Karena fenomenanya krisis moral sedang melanda negeri kita ini, khususnya para generasi muda. Untuk itu ini menjadi tugas bagi para pendidik untuk mengatasi krisis moral ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar