BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep
Rabbani dalam QS. Ali-Imran Ayat 79 di Tafsir al-Mishba<h Karya M. Quraish
Shihab dan Kaitannya dengan Sifat Pendidik dalam Pendidikan Islam
Rabbani
diartikan sebagai pendidik, maka seorang pendidik dituntut untuk terus menerus
belajar dan setelah dia selesai belajar dia harus ,mengajarkannya pada orang
lain, khususnya kepada peserta didiknya. Dalam hal ini berarti dia harus
meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya. Hal ini sesuai dengan fungsi
seorang pendidik, yakni fungsi pengajaran: artinya seorang pendidik berfungsi
sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar
mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat
ini ada kaitannya dengan sifat pendidik dalam pendidikan islam yaitu Seorang
pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan pengetahuan, dan kajiannya. Seorang
guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni.
2. Konsep
Rabbani dalam QS. Ali-Imran Ayat 79 di Tafsir al-Azhar Karya Hamka dan Kaitannya dengan Sifat Pendidik
dalam Pendidikan Islam
Rabbani diartikan
Orang-Orang ketuhanan atau orang-orang yang sangat
dekat dengan Tuhan. ditegaskan pula bagaimana manusia dapat mencapai tingkat Rabbani
itu: yaitu mana-mana orang yang telah mempelajarinya dan telah pandai,
hendaklah ia mengajarkannya pula kepada orang lain, dan yang kedua hendaklah ia
selalu mengkajinya atau mempelajarinya pula, mentelaah dan membahas, sampai dia
kenal betul akan maksud Tuhan. Seorang Rabbani hendahnya menjadi
pencontoh Nabi pula, mengajak orang lain mendekati Allah, bukan memuji dirinya
sendiri. Pendapat ini sesuai dengan salah satu sifat pendidik
yakni, Seorang pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan pengetahuan, dan
kajiannya. Seorang guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni. Selain
itu Hamka juga menyebutkan bahwa seorang pendidik juga harus menjadi pencontoh
para Nabi, agar seorang pendidik juga bisa jadi contoh atau tauladan bagi
peserta didiknya.
3. Persamaan
dan Perbedaan antara Tafsir
al-Mishba<h Karya M. Quraish Shihab dan Tafsir
al-Azhar Karya Hamka
Persamaan dan
perbedaan penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka yaitu: dalam Tafsir al-Mishba<h dan Tafsir al-Azhar
sama-sama menggunakan metode
tahlili, sedangkan corak yang digunakan
adalah corak tafsir Adabi al-Ijtima`I. Hamka tidak banyak memberikan penekanan
pada penjelasan makna kosakata akan tetapi M. Quraish Shihab lebih banyak
memberi penekanan pada pengertian kosakata dan pada ungkapan-ungkapan
al-Qur'an. Hamka lebih banyak memberikan penekanan pada pemahaman
ayat-ayat al-Qur'an secara menyeluruh. Setelah mengemukakan terjemah ayat,
Hamka biasanya langsung menyampaikan uraian makna dan petunjuk yang terkandung
dalam ayat yang ditafsirkan dengan tanpa banyak menguraikan makna kosakata.
Dilihat
dari sudut bahasanya, dalam Tafsir
al-Mishba<h
yakni sudut bahasa yang digunakan
adalah bahasa yang modern atau kontemporer. Sedangkan dalam Tafsir
al-Azhar yakni sudut bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra (nuansa
sastranya sangat kental).
B. Saran
Dari kesimpulan diatas, maka
penulis memberikan saran-saran, untuk lembaga pendidikan islam, khususnya bagi
para pendidik untuk selalu mengembangkan dan menambah wawasan keilmuannya, baik
itu ilmu agama maupun ilmu umum. Agar ilmu yang dimiliki oleh seorang pendidik
tidak terbatas. Karena seorang pendidik memiliki tanggungjawab yang besar untuk
mendidik dan mencetak para generasi muda, menjadi generasi Rabbani seperti
yang telah penulis bahas pada skripsi ini. Tentunya bisa menjadi generasi yang
beriman, berakhlak mulia, bertanggungjawab, dan dapat membawa dunia pendidikan
menjadi lebih baik lagi. Karena fenomenanya krisis moral sedang melanda negeri
kita ini, khususnya para generasi muda. Untuk itu ini menjadi tugas bagi para
pendidik untuk mengatasi krisis moral ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar