Rabu, 28 Oktober 2015

skripsi bagian inti refisi 1 bab 2

BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
1.      Pengertian Nilai
Nilai atau value dalam bahasa inggris dapat berarti harga, potensi, isi, kadar atau mutu bisa juga berarti sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[1] Nilai adalah makna yang ada di belakang fenomena kehidupan. Dapat pula dikatakan bahwa nilai adalah makna yang mendahului fenomena kehidupan itu. Ketika nilai berubah, fenomena dapat mengikuti perubahan nilai. Demikian pula, jika fenomena kehidupan itu berubah, maka nilai cenderung menyertainya. Keadaan itu terjadi karena salah satu cara mengamati nilai dapat dilalui dengan mencermati fenomena yang lahir dalam kehidupan.[2]
Nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu. Nilai sesungguhnya tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai ke dalamnya, jadi barang mengandung nilai, karena subyek yang tahu dan menghargai nilai itu. Tanpa hubungan subyek atau obyek, nilai tidak ada. Suatu benda ada, sekalipun manusia tidak ada. Tapi benda itu tidak bernilai, kalau manusia tidak ada.[3]
Menurut Richard Eyre & Linda, sebagaimana dikutip oleh Abdul Madjid, nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain.[4]
Berdasarkan paparan beberapa definisi nilai diatas dapat disimpulkan bahwa nilai yaitu makna yang mendahului fenomena kehidupan yang berupa ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu. Nilai sesungguhnya tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai ke dalamnya nilai yang benar dan diterima secara universal yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain.
2.      Pendidikan Karakter
Pendidikan berasal dari kata didik artinya bina, mendapat awalan pen-, akhiran –an, yang maknanya perbuatan membina atau melatih atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.[5]
Secara etimologi, kata karakter berasal dari bahasa Inggris character yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, etika atau budi pekerti yang membedakan individu dengan yang lain. Karakter bisa diartikan tabiat, perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan (kebiasaan). Karakter juga diartikan sebagai watak atau sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.[6]
Apa pun sebutannya karakter ini adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Karakter dapat ditemukan dalam sikap-sikap seseorang, terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap tugas-tugas yang dipercayakan padanya dan dalam situasi-situasi yang lainnya.[7]
Menurut Fakhry Gaffar, pendidikan karakter ialah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan.[8]
Yudi Latif mengutip Thomas Lickona mengatakan bahwa pendidikan karakter ialah usaha sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar nilai-nilai etis. Lickona menegaskan bahwa tatkala kita berfikir tentang bentuk karakter yang ingin ditunjukkan anak-anak, teramat jelas bahwa kita menghendaki mereka mampu menilai apa yang benar, peduli apa yang benar serta melakukan apa yang diyakini benar.[9]
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pembinaan, pelatihan, pengajaran dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya  melalui proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan.
Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (ka>ffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad Saw yang memiliki sifat S}iddiq, Tabligh, Amanah, Fat}a>nah.[10]
3.      Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter mulia lainnya.[11]
4.      Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu murid memahami nilai-nilai-perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah dan sesama manusia yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, kultur serta adat istiadat.
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan serta kebangsaan. Adapun daftar nilai-nilai utama yang dimaksud yaitu:[12]
a.       Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan: Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.[13]
b.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
1)      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.[14]
2)      Bertanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas daan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat.
3)      Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
4)      Disiplin
Mengerjakan sesuatu dengan tertib, memanfaatkan waktu untuk kegiatan yang positif, belajar secara teratur dan selalu mengerjakan sesuatu dengan penuh tanggungjawab.
5)      Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugan dengan sebaik-baiknya.
6)      Percaya diri
Menunjukkan bersikap dan berperilaku mantap dalam melaksanakan pekerjaan dan tidak mudah terpengaruh oleh ucapan orang lain.
7)      Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan cara baru dari apa yang telah dimiliki.
8)      Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
9)      Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10)  Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c.       Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
1)      Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain.
2)      Patuh pada norma sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
3)      Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
4)      Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
5)      Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
d.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan  lingkungan: Peduli sosial dan lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
e.       Nilai kebangsaan
1)      Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi, dan politik bangsanya.
2)      Menghargai keberagaman
Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur suku dan agama.[15]
Sedangkan dalam buku-buku yang lain terdapat nilai-nilai pendidikan karakter selain yang disebutkan di atas, di antaranya yaitu:
a.       Berpikir jauh ke depan
Biasa berpikir dahulu sebelum berbuat; berpikir untuk kepentingan sekarang dan yang akan datang.[16]
b.      Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.[17]
c.       Tegas
Berani mengatakan tidak terhadap sesuatu yang tidak baik/tidak benar; menghindari sikap dan tindakan ikut-ikutan.[18]
5.      Bentuk-Bentuk Pendidikan Karakter
Menurut Yahya Khan, terdapat empat bentuk pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara lain:
a.       Pendidikan karakter berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter yang berlandaskan kebenaran wahyu.
b.      Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa.
c.       Pendidikan karakter berbasis lingkungan.
d.      Pendidikan karakter berbasis potensi diri yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.[19]



6.      Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk menngkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan mengiternalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.[20]
B.     Kepemimpinan
1.      Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses menggerakkan manusia untuk meraih tujuan. Kepemimpinan memiliki tiga unsur: 1) Adanya tujuan yang menggerakkan manusia. 2) Adanya Sekelompok orang. 3) Adanya pemimpin yang mengarahkan dan memberikan pengaruh kepada manusia.[21]
2.      Jenis-jenis Kepemimpinan politik
Hadari Nawawi membagi pemimpin dilihat dari segi cara memimpinnya kepada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a.       Kepemimpinan otoriter, yaitu pemimpin yang menempatkan kekuasaan ditangannya sebagai penguasa yang disebut atasan dan sejumlah orang yang dipimpin sebagai bawahan, sehingga pihak atasan bertindak sebagai penguasa yang tidak dapat dibantah dan orang lain harus tunduk pada kekuasaannya dengan mempergunakan ancaman dan hukuman sebagai alat dalam menjalankan kepemimpinannya.
b.      Kepemimpinan laissez faire, yaitu pemimpin yang menetapkan dirinya sebagai simbol, karena dalam realitas kepemimpinannya dilakukan dengan memberikan kebebasan sepenuhnya pada orang yang dipimpin untuk berbuat dan mengambil keputusan secara perseorangan, pucuk pimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya hanya berfungsi sebagai penasihat.
c.       Kepemimpinan demokratis, yaitu pemimpin yang menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpin diwujudkan dalam human relationship yang didasari prinsip saling menghargai dan menghormati. Pemimpin memandang orang lain sebagai subyek yang memiliki sifat manusiawi sebagaimana dirinya.[22]
3.      Syarat-syarat Kepemimpinan
Untuk menjabat sebagai pimpinan biasanya ditetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, persyaratan tersebut bertujuan agar semua program berjalan secara efektif dan optimal. Menurut Nawawi persyaratannya antara lain sebagai berikut:
a.       Memiliki kecerdasan atau inteligensi yang cukup baik. Dengan kata lain memiliki keahlian atau keterampilan dalam bidangnya, serta berpengetahuan dan berpandangan luas.
b.      Percaya diri sendiri dan bersifat membership, serta cakap bergaul dan ramah tamah. Dengan kata lain, ia suka menolong, memberi petunjuk dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana.
c.       Kreatif, penuh inisiatif, memiliki hasrat/kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik, serta tergolong organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa.
d.      Memiliki keseimbangan/kestabilan emosional, sabar, jujur, rendah hati, sederhana, dapat dipercaya, bijaksana, disiplin, berlaku adil, serta sehat jasmani dan rohani.
e.       Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi serta berani mengambil keputusan dan beranggungjawab.[23]
4.      Sifat-sifat Kepemimpinan Perempuan
Perempuan memiliki sifat-sifat alamiah yang diberikan oleh Allah SWT yang membedakannya dengan pria. Kajian-kajian kontemporer menunjukkan adanya beberapa sifat yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan untuk melaksanakan kepemimpinan dalam kondisi yang sesuai baginya. Berikut ini beberapa sifat tersebut:

a.       Partisipasi
Jumlah wanita saat ini lebih dari setengah jumlah masyarakat. Kini wanita memiliki peran dalam semua perubahan ideologi dan pemikiran. Salah satu bentuk partisipasinya adalah musyawarah dalam proses pengambilan keputusan. Wanita menyenangi musyawarah, mengungkapkan perasaan dan partisipasi. Ini merupakan sifat yang baik dan dianjurkan oleh pakar manajemen kepada semua pemimpin masa kini.
b.      Kelembutan
Perasaan kasih sayang dan memahami kebutuhan-kebutuhan orang lain dan kondisi mereka akan membantu wanita dalam membangun hubungan-hubungan yang sejati dan tulus, sehingga membuat para pengikut mencintainya dan bergerak bersamanya menuju tujuan-tujuan bersama dengan penuh kesadaran.
c.       Kreatif
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita 25% lebih kreatif daripada pria. Apabila kita tambahkan bahwa peran serta wanita dalam manajemen perusahaan termasuk hal baru, semua ini memberikan kesempatan kepada wanita untuk menunjukkan kemampuannya menemukan solusi-solusi yang belum pernah ada dan menyumbangkan ide-ide pemikiran yang membantu perusahaan untuk mengubah cara kerja mereka untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia yang terjadi secara cepat.

d.      Memahami kebutuhan-kebutuhan wanita
Wanita lebih mampu memahami kebutuhan-kebutuhan wanita daripada pria karena wanita memiliki peran yang lebih besar dalam ekonomi. Keputusan-keputusan yang berhubungan dengan rumah tangga, pendidikan dan kesehatan, berasal dari mereka dan juga karena mereka memiliki peran yang besar dalam keputusan-keputusan yang penting seperti membeli rumah dan hal-hal lain.
e.       Pelimpahan dan pemberian wewenang
Wanita lebih lembut dalam bekerja daripada pria. Mereka lebih banyak memberikan wewenang bagi para pegawai-pegawainya daripada pria. Wanita lebih banyak memberikan kebebasan dalam mengambil keputusan, sehingga menjadikan tim lebih bersemangat dan solid.
f.       Berpandangan jauh ke depan
Wanita lebih berpandangan jauh ke masa depan yang akan dating, baik di dunia maupun di akhirat. Kajian-kajian telah membuktikan bahwa wanita lebih semangat mencari informasi-informasi daripada pria, sehingga dengan begitu ia memiliki pandangan yang lebih jauh dari pada pria.
g.      Komunikatif
Wanita lebih siap untuk berdialog daripada pria dalam kondisi yang sama. Komunikasi dan dialog merupakan fondasi dalam manajemen kerja.


h.      Hubungan-hubungan
Wanita lebih cepat dan lebih kuat daripada pria dalam membangun relasi dengan orang lain. Wanita lebih teliti daripada pria dalam menyadari kesalahan-kesalahan yang dapat berpengaruh negatif bagi hubungannya dengan orang lain.[24]




[1] Tim Penyusun Pusat, Kamus Bahasa Indonesia  (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 981.
[2] Rohmat Mulyana,  Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2011), 99.
[3] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 114.
[4]Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 42.
[5] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 3.
[6] M. Mahbubi, Pendidikan Karakter, Impelementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), 39.
[7] Majid dan Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, 12.
[8] Mahbubi, Pendidikan Karakter, Impelementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter, 40.
[9] Ibid., 41.
[10] E. mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter  (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 5.
[11] Ibid., 3.
[12] Mahbubi,  Pendidikan Karakter, Impelementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter, 44.
[13] Listyarti, Pendidikan karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif, 5
[14] Mohamad Mustari, Nilai Karakter, Refleksi untuk Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 11
[15] Mahbubi, Pendidikan Karakter, Impelementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter, 44-48.
[16] Majid dan Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, 46.
[17] Listyarti, Pendidikan karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif, 7.
[18] Majid dan Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, 52.
[19] Ibid., 48.
[20] Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, 9.
[21] Thariq M. As-Suwaidan dan Faishal Umar Basyarahil,  Melahirkan Pemimpin Masa Depan  (Jakarta: Gema Insani 2005), 10.
[22] Moh. Romzi Al-Amiri Mannan, Fiqih Perempuan, Pro Kontra Kepemimpinan Perempuan dalam Wacana Islam Klasik dan Kontemporer  (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2011), 31-32.
[23]Ibid., 32.
[24] Thariq M. As-Suwaidan dan Faishal Umar Basyarahil. Melahirkan Pemimpinn Masa Depan, 206-213.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar