Rabu, 28 Oktober 2015

smt 5 mpk tes dan non tes

MODEL PENILAIAN TES DAN NON TES
makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
MODEL PENILAIAN KELAS



 













Disusun oleh:
Qurriyatul Munawwaroh                 210311149



Dosen pengampu:
Drs. Ju’ Subaidi. M.Ag


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
NOVEMBER 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru dan siswa dari serangkaian kegiatan belajar mengajar yang mereka lakukan. Pada umumnya ada dua model atau teknik penilaian belajar mengajar, yaitu tes dan non tes.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai teknik penilaian tes dan non tes beserta bentuk-bentuknya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Model Penilaian Tes?
2.      Bagaimana Model Penilaian Non Tes?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penilaian Tes
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).[1] Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan sebagainya) dan bakat umum (inteligensi).[2]
Tes terdiri atas berbagai bentuk yaitu tes tulisan, tes lisan dan tes perbuatan. Tes tulisan biasanya terdiri dari atas dua bentuk, yaitu tes esay dan tes obyektif. Tes esay juga terdiri atas dua bentuk, yaitu esay terbatas dan esay tak terbatas. Sedangkan tes obyektif terdiri atas empat bentuk, yaitu benar-salah, pilihan berganda, menjodohkan, dan melengkapi. Sementara itu, tes lisan dan tes perbuatan masing-masing terdiri atas dua bentuk yaitu kelompok dan perseorangan.[3]
1.      Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan tes dalam bentuk bahan tulisan (baik soal maupun jawabannya). Dalam menjawab soal siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis kalimat jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk mewarnai, memberi tanda, menggambar grafik, diagram dan sebagainya.[4] Tes tertulis dapat diberikan pada saat ulangan harian dan ulangan umum.[5]
a.       Tes esay
Tes esai dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh tes obyektif. Tes esai sering disebut juga bentuk uraian karena menuntut anak untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara tersendiri.[6]
Tes tertulis dalam bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari.[7]
Ada dua bentuk tes esai, yaitu uraian terbatas dan uraian tak terbatas (bebas).
1.      Uraian terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya.
2.      Uraian tak terbatas
Dalam bentuk ini testi bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Testi bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.[8]
b.      Tes obyektif
Tes bentuk obyektif (obyektive test) menuntut siswa untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna.
1.      Benar-salah
Bentuk tes benar-salah adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah.
2.      Pilihan ganda
Soal tes bentuk pilihan ganda dapat diguakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenan dengan aspek ingatan, pengertian, apikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Soal tes bentuk pilhan ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban.[9] Soal bentuk pilihan ganda diskor dengan memberi angka 1 bagi setiap butir jawaban yang benar dan angka 0 bagi setiap butir jawaban yang salah.[10]
3.      Menjodohkan
Bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.


4.      Jawaban singkat dan melengkapi
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, suatu item tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat.
2.      Tes Lisan
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut respons dari anak dalam bentuk bahasa lisan. Tes lisan dapat berbentuk seperti berikut:
a.       Seorang penguji menilai seorang siswa.
b.      Seorang penguji menilai sekelompok siswa.
c.       Sekelompok penguji menilai seorang siswa.
d.      Sekelompok penguji menilai sekelompok siswa.[11]
3.      Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Siswa bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes perbuatan ini dapat dilakukan secara kelompok dan dapat pula dilakukan secara individual. Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok testi, sedangkan secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang testi.[12]
Tes dikatakan efektif bila evaluasi memenuhi kriteria:
1.      Relevansi: Evaluai relevan dengan materi untuk mencapai tujuan.
2.      Balance (keseimbangan): Evaluasi seimbang dengan perencanaan yang dibuat dalam blue-print (kisi-kisi).
3.      Efisiensi: Jumlah pertanyaan dan waktu seimbang, tidak terlalu banyak waktu.
4.      Obyektifitas: Orang lain menyetujui kebenarannya.
5.      Spesifikasi (kekhususan): Pelajaran harus mempunyai kekhususan untuk dites.
6.      Tingkat kesukaran: Setiap evaluasi memiliki tingkat kesukaran/kemudahan tes. Maka tes harus sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
7.      Penggolongan untuk murid yang baik dan yang kurang: Dengan tes dapat dilihat perbedaan murid yang kurang dan yang baik.[13]
B.     Penilaian Non tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes.[14] Alat-alat nontes tersebut misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check list dan rating scale.
1.      Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki. Tujuan observasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi menegenai fenomena-fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan dalam situasi yang sesungguhnya.
Dilihat dari pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
a.       Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diselidiki.
b.      Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
c.       Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti.
Kebaikan observasi
a.       Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena-fenomena.
b.      Observasi cocok untuk mengamati orang yang selalu sibuk.
c.       Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi.
d.      Tidak terikat dengan laporan pribadi.
Kelemahan observasi
a.       Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun dari observe itu sendiri.
b.      Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
c.       Jika proses yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jemu.[15]

2.      Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data, informasi, dan atau pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan sumber data.[16] Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, maka wawancara akan berfungsi sebagai metode primer. Sebaliknya, bila digunakan sebagai alat untuk mencari informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, maka akan menjadi metode pelengkap.[17]
Keuntungan wawancara adalah:
a.       Dapat dilaksanakan langsung kepada orang yang akan diwawancarai sehingga data informasi yang diperoleh dapat diketahui obyektifitasnya.
b.      Dapat memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket.
c.       Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel dan dinamis.
Kelemahan wawancara adalah:
a.       Jika anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
b.      Adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan.
c.       Sering timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari pewawancara, karena itu perlu adaptasi diri antara pewawancara dengan yang diwawancarai.[18]
3.      Skala sikap
Ada satu cara untuk mengukur sikap, yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala Likert, subjek tidak disuruh memilih pertanyaan-pertanyaan yang positif saja, tetapi memilih juga pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap item dibagi kedalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0,1,2,3, dan 4.[19]
4.      Angket
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan data dan mencatatkan data atau informasi, sikap, dan paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
Keuntungan angket:
a.       Responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peniliti atau penilai, dan waktu relatif lama sehingga obyektivitas dapat terjamin.
b.      Informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen.
c.       Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Kelemahan angket:
a.       Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
b.      Hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja.
c.       Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.[20]
5.      Check list
Check list adalah suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati. Check list dapat menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap yang penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberi tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.[21] Penilaian dengan rating scale memungkinkan seorang guru memberikan nilai tengah terhadap penguasaan/ketercapaian belajar dari suatu kompetensi.[22]
6.      Rating scale
Dalam check list kita hanya dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam rating scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam  tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin mengukurnya.[23]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan sebagainya) dan bakat umum (inteligensi).
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes.[24] Alat-alat nontes tersebut misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check list dan rating scale.


[1] Nana Sudjana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 35.
[2] M. Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 109.
[3] Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), 21.
[4] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 195.
[5] Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 190.      
[6] Zainal Arifin. Evaluasi…, 28-29.
[7] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), 108.
[8] Zainal Arifin. Evaluasi…, 29
[9] Ibid., 32-35
[10] Sarwiji Suwandi. Model Asesmen dalam Pembelajaran. (Surakarta: Yuma Pustaka, 2011), 163.
[11] Zainal Arifin. Evaluasi…, 43.
[12] Ibid., 45.
[13] Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu keguruan. (Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1986), 91.
[14] Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
[15] Zainal Arifin. Evaluasi…, 49-52.
[16] Ibid., 54.
[17] Suharsimi Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara, 2010), 116.
[18] Zainal Arifin. Evaluasi…, 54.
[19] Ibid., 56.
[20] Ibid., 62-63.
[21] Ibid., 60.
[22] Mimin Haryati. Model dan Teknik penilaian pada Tingakat Satuan Pendidikan. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 46.
[23] Zainal Arifin. Evaluasi…, 61.
[24] Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Pressindo, 2008.
Haryati, Mimin. Model dan Teknik Penilaian tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 2008.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 1994.
Roestiyah N.K.. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1982.
Sudjana, Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 1995.

Suwandi, Sarwiji. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka, 2011.

MODEL PENILAIAN TES DAN NON TES
makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
MODEL PENILAIAN KELAS



 












Disusun oleh:
Siang Suryaningtias              210311150



Dosen pengampu:
Drs. Ju’ Subaidi. M.Ag


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
NOVEMBER 2013

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru atau pengajar. Dikatakan kewajiban karena setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya atau kepada siswa itu sendiri. Bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran yang telah diberikannya.
Untuk menilai sejauh mana penguasaan dan kemampuan siswa yang telah dicapai maka digunakan model penilaian tes dan non tes. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai penilaian tes dan non tes.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Model Penilaian Tes?
2.      Bagaimana Model Penilaian Non Tes?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penilaian Tes
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Sungguhpun demikian, dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.[1]
Ditinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:[2]
1.      Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis kalimat jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk, memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan lain sebagainya.[3]
a.       Tes esay
Secara garis besar ada dua bentuk evaluasi, yaitu tes esai (essay test) dan tes obyektif (obyektive test). Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk tes esai. Karena bentuk tes ini banyak kelemahannya, maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk lain, yaitu tes obyektif. Namun, tidak berarti bentuk esai ditinggalkan sama sekali. Tes esai dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh tes obyektif. Tes esai sering disebut juga bentuk uraian karena menuntut anak untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara tersendiri.[4]
Guru  yang menggunakan alat tes yang berbentuk subjective test (penilaian uraian), dalam membuat soal sekaligus dengan kunci jawaban dan pedoman penskorannya.[5]
Ada dua bentuk tes esai, yaitu uraian terbatas dan uraian tak terbatas (bebas).
1.      Uraian terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya.
2.      Uraian tak terbatas
Dalam bentuk ini testi bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Testi bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.[6]
b.      Tes obyektif
Tes bentuk obyektif (obyektive test) menuntut siswa untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna.[7]
1.      Benar-salah
Bentuk soal ini memiliki dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah atau ya dan tidak.
2.      Pilihan ganda
Bentuk soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bentuk soal terdiri dari item (pokok soal) dan option atau pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).[8]
3.      Menjodohkan
Bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.

4.      Jawaban singkat dan melengkapi
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, suatu item tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat.[9]
Skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan berbagai bentuk tes tertulis perlu digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan kompetensi dasar dan standar kompetensi mata pelajaran. Dalam proses penggabungan dan penyatuan nilai, data yang diperoleh dengan masing-masing bentuk soal tersebut juga perlu diberi bobot, dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban.[10]
2.      Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang diselenggarakan secara lisan, artinya pertanyaan diajukan secara lisan dan jawabannya juga secara lisan.[11] Tes lisan dapat berbentuk seperti berikut:
a.       Seorang penguji menilai seorang siswa.
b.      Seorang penguji menilai sekelompok siswa.
c.       Sekelompok penguji menilai seorang siswa.
d.      Sekelompok peguji menilai sekelompok siswa.[12]
3.      Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Siswa bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes perbuatan ini dapat dilakukan secara kelompok dan dapat pula dilakukan secara individual. Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok testi, sedangkan secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang testi.[13]


Tes dikatakan efektif bila evaluasi memenuhi kriteria:
1.      Relevansi
Evaluasi relevan dengan materi untuk mencapai tujuan.
2.      Balance (keseimbangan)
Evaluasi seimbang dengan perencanaan yang dibuat dalam blue-print (kisi-kisi).
3.      Efisiensi
Jumlah pertanyaan dan waktu seimbang, tidak terlalu banyak waktu.
4.      Obyektifitas
Orang lain menyetujui kebenarannya.
5.      Spesifikasi (kekhususan)
Pelajaran harus mempunyai kekhususan untuk dites.
6.      Tingkat kesukaran
Setiap evaluasi memiliki tingkat kesukaran/kemudahan tes. Maka tes harus sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
7.      Penggolongan untuk murid yang baik dan yang kurang
Dengan tes dapat dilihat perbedaan murid yang kurang dan yang baik.[14]
B.     Penilaian Non tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes.[15] Alat-alat nontes tersebut diantaranya yaitu:
1.      Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki.
Kebaikan observasi                                                        
a.       Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena-fenomena.
b.      Observasi cocok untuk mengamati orang yang selalu sibuk.
c.       Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi.
d.      Tidak terikat dengan laporan pribadi.
Kelemahan observasi
a.       Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun dari observe itu sendiri.
b.      Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
c.       Jika proses yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jemu.[16]
2.      Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data, informasi, dan atau pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan sumber data.
Keuntungan wawancara adalah:
a.       Dapat dilaksanakan langsung kepada orang yang akan diwawancarai sehingga data informasi yang diperoleh dapat diketahui obyektifitasnya.
b.      Dapat memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket.
c.       Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel dan dinamis.
Kelemahan wawancara adalah:
a.       Jika anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
b.      Adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan.
c.       Sering timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari pewawancara, karena itu perlu adaptasi diri antara pewawancara dengan yang diwawancarai.[17]
3.      Skala sikap
Ada satu cara untuk mengukur sikap, yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala Likert, subjek tidak disuruh memilih pertanyaan-pertanyaan yang positif saja, tetapi memilih juga pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap item dibagi kedalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0,1,2,3, dan 4.[18]
Penilaian sikap dapat dilakukan berkaitan dengan berbagai obyek sikap, seperti sikap terhadap mata pelajaran, sikap terhadap guru, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap terhadap materi pelajaran, sikap berhubungan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi tertentu.[19]
4.      Angket
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan data dan mencatatkan data atau informasi, sikap, dan paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
Metode angket mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendri (self reports). Adapun asumsi yang digunakan dalam menggunakan metode ini ialah
a.       Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
b.      Apa yang dinyatakan subjek kepada evaluator adalah benar dan dapat dipercaya.
c.       Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh evaluator.[20]
Keuntungan angket:
a.       Responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peniliti atau penilai, dan waktu relatif lama sehingga obyektivitas dapat terjamin.
b.      Informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen.
c.       Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Kelemahan angket:
a.       Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
b.      Hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja.
c.       Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.[21]
5.      Check list
Check list adalah suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati. Check list dapat menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap yang penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberi tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.[22]
Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati, baik-tidak baik. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar.[23]
6.      Rating scale
Dalam check list kita hanya dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam rating scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam  tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin mengukurnya.[24]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes. Alat-alat nontes tersebut diantaranya yaitu:
1.      Observasi
2.      Wawancara
3.      Skala sikap
4.      Angket
5.      Check list
6.      Rating Scale


[1] Nana Sudjana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 35.
[2] M. Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 110.
[3] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), 107.
[4] Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), 28-29.
[5] Mimin Haryati. Model dan Teknik penilaian pada Tingakat Satuan Pendidikan. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 53.
[6] Zainal Arifin. Evaluasi…, 29
[7] Ibid., 32.
[8] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 196.
[9] Zainal Arifin. Evaluasi…, 38-40.
[10] Sarwiji Suwandi. Model Asesmen dalam Pembelajaran. (Surakarta: Yuma Pustaka, 2011), 165.
[11] Suharsimi Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara, 2010),114.
[12] Zainal Arifin. Evaluasi…, 43.
[13] Ibid., 45.
[14] Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu keguruan. (Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1986), 91.
[15] Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
[16] Zainal Arifin. Evaluasi…, 49-52.
[17] Ibid.,, 54.
[18] Ibid., 56.
[19] Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 191.
[20] Suharsimi Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara, 2010), 116.
[21] Zainal Arifin. Evaluasi…,62-63.
[22] Ibid., 60.
[23] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi…, 100.
[24] Zainal Arifin. Evaluasi…, 61.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Pressindo, 2008.
Haryati, Mimin. Model dan Teknik Penilaian tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 2008.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 1994.
Roestiyah N.K.. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1982.
Sudjana, Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 1995.
Suwandi, Sarwiji. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar