MODEL
PENILAIAN TES DAN NON TES
makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
“MODEL PENILAIAN KELAS”
Disusun oleh:
Qurriyatul
Munawwaroh 210311149
Dosen pengampu:
Drs. Ju’ Subaidi.
M.Ag
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
NOVEMBER 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru
dan siswa dari serangkaian kegiatan belajar mengajar yang mereka lakukan. Pada
umumnya ada dua model atau teknik penilaian belajar mengajar, yaitu tes dan non
tes.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai teknik penilaian tes dan
non tes beserta bentuk-bentuknya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Model Penilaian Tes?
2.
Bagaimana
Model Penilaian Non Tes?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penilaian
Tes
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan
(tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan
(tes tindakan).[1]
Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat
teknik, dan sebagainya) dan bakat umum (inteligensi).[2]
Tes terdiri atas berbagai bentuk yaitu tes tulisan, tes lisan dan
tes perbuatan. Tes tulisan biasanya terdiri dari atas dua bentuk, yaitu tes
esay dan tes obyektif. Tes esay juga terdiri atas dua bentuk, yaitu esay
terbatas dan esay tak terbatas. Sedangkan tes obyektif terdiri atas empat
bentuk, yaitu benar-salah, pilihan berganda, menjodohkan, dan melengkapi.
Sementara itu, tes lisan dan tes perbuatan masing-masing terdiri atas dua
bentuk yaitu kelompok dan perseorangan.[3]
1.
Tes
Tertulis
Tes tertulis merupakan tes dalam
bentuk bahan tulisan (baik soal maupun jawabannya). Dalam menjawab soal siswa
tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis kalimat jawaban tetapi dapat
juga dalam bentuk mewarnai, memberi tanda, menggambar grafik, diagram dan
sebagainya.[4]
Tes tertulis dapat diberikan pada saat ulangan harian dan ulangan umum.[5]
a.
Tes
esay
Tes esai dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar
yang sulit diukur oleh tes obyektif. Tes esai sering disebut juga bentuk uraian
karena menuntut anak untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan
cara tersendiri.[6]
Tes tertulis dalam bentuk uraian adalah alat penilaian yang
menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan
gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari.[7]
Ada dua bentuk tes esai, yaitu uraian terbatas dan uraian tak
terbatas (bebas).
1.
Uraian
terbatas
Dalam
menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batasnya.
2.
Uraian
tak terbatas
Dalam
bentuk ini testi bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri.
Testi bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.[8]
b.
Tes
obyektif
Tes bentuk obyektif (obyektive test) menuntut siswa untuk
memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,
memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna.
1.
Benar-salah
Bentuk
tes benar-salah adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban,
yaitu benar atau salah.
2.
Pilihan
ganda
Soal
tes bentuk pilihan ganda dapat diguakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih
kompleks dan berkenan dengan aspek ingatan, pengertian, apikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Soal tes bentuk pilhan ganda terdiri atas pembawa pokok
persoalan dan pilihan jawaban.[9]
Soal bentuk pilihan ganda diskor dengan memberi angka 1 bagi setiap butir
jawaban yang benar dan angka 0 bagi setiap butir jawaban yang salah.[10]
3.
Menjodohkan
Bentuk
menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.
4.
Jawaban
singkat dan melengkapi
Kedua
bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau
angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban
singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, suatu
item tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat.
2.
Tes
Lisan
Tes lisan adalah suatu bentuk tes
yang menuntut respons dari anak dalam bentuk bahasa lisan. Tes lisan dapat
berbentuk seperti berikut:
a.
Seorang
penguji menilai seorang siswa.
b.
Seorang
penguji menilai sekelompok siswa.
c.
Sekelompok
penguji menilai seorang siswa.
d.
Sekelompok
penguji menilai sekelompok siswa.[11]
3.
Tes
Perbuatan
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang
menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Siswa
bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes perbuatan
ini dapat dilakukan secara kelompok dan dapat pula dilakukan secara individual.
Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok testi, sedangkan
secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang testi.[12]
Tes dikatakan efektif bila evaluasi
memenuhi kriteria:
1.
Relevansi:
Evaluai relevan dengan materi untuk mencapai tujuan.
2.
Balance (keseimbangan): Evaluasi seimbang dengan perencanaan yang dibuat
dalam blue-print (kisi-kisi).
3.
Efisiensi:
Jumlah pertanyaan dan waktu seimbang, tidak terlalu banyak waktu.
4.
Obyektifitas:
Orang lain menyetujui kebenarannya.
5.
Spesifikasi
(kekhususan): Pelajaran harus mempunyai kekhususan untuk dites.
6.
Tingkat
kesukaran: Setiap evaluasi memiliki tingkat kesukaran/kemudahan tes. Maka tes
harus sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
7.
Penggolongan
untuk murid yang baik dan yang kurang: Dengan tes dapat dilihat perbedaan murid
yang kurang dan yang baik.[13]
B.
Penilaian
Non tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik
melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat
nontes atau bukan tes.[14] Alat-alat
nontes tersebut misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check
list dan rating scale.
1.
Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk
mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki. Tujuan
observasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi menegenai
fenomena-fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan dalam situasi
yang sesungguhnya.
Dilihat dari pelaksanaannya,
observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
a.
Observasi
langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang
diselidiki.
b.
Observasi
tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik
maupun alat tertentu.
c.
Observasi
partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau
melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti.
Kebaikan
observasi
a.
Observasi
merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena-fenomena.
b.
Observasi
cocok untuk mengamati orang yang selalu sibuk.
c.
Banyak
hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan
observasi.
d.
Tidak
terikat dengan laporan pribadi.
Kelemahan
observasi
a.
Seringkali
pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang
kurang menyenangkan dari observer ataupun dari observe itu sendiri.
b.
Biasanya
masalah pribadi sulit diamati.
c.
Jika
proses yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jemu.[15]
2.
Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik
pengumpulan dan pencatatan data, informasi, dan atau pendapat yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan sumber
data.[16] Apabila
wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, maka wawancara akan
berfungsi sebagai metode primer. Sebaliknya, bila digunakan sebagai alat untuk
mencari informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, maka akan
menjadi metode pelengkap.[17]
Keuntungan
wawancara adalah:
a.
Dapat
dilaksanakan langsung kepada orang yang akan diwawancarai sehingga data
informasi yang diperoleh dapat diketahui obyektifitasnya.
b.
Dapat
memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket.
c.
Pelaksanaan
wawancara lebih fleksibel dan dinamis.
Kelemahan
wawancara adalah:
a.
Jika
anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
b.
Adakalanya
terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan.
c.
Sering
timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari
pewawancara, karena itu perlu adaptasi diri antara pewawancara dengan yang
diwawancarai.[18]
3.
Skala
sikap
Ada satu cara untuk mengukur sikap,
yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala
Likert, subjek tidak disuruh memilih pertanyaan-pertanyaan yang positif saja,
tetapi memilih juga pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap item dibagi
kedalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju,
sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0,
sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0,1,2,3, dan 4.[19]
4.
Angket
Angket termasuk alat untuk
mengumpulkan data dan mencatatkan data atau informasi, sikap, dan paham dalam
hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam
implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara
dilaksanakan secara lisan.
Keuntungan angket:
a.
Responden
dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peniliti
atau penilai, dan waktu relatif lama sehingga obyektivitas dapat terjamin.
b.
Informasi
atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen.
c.
Dapat
digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang
dijadikan sampel.
Kelemahan
angket:
a.
Ada
kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
b.
Hanya
diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja.
c.
Responden
hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.[20]
5.
Check list
Check list adalah suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Check list dapat menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap
kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap yang penting. Ada
bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek,
kemudian observer tinggal memberi tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut
sesuai dengan hasil pengamatannya.[21] Penilaian
dengan rating scale memungkinkan seorang guru memberikan nilai tengah
terhadap penguasaan/ketercapaian belajar dari suatu kompetensi.[22]
6.
Rating scale
Dalam check list kita hanya
dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam rating
scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan.
Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu,
tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin
mengukurnya.[23]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan
(tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan
(tes tindakan). Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat
bahasa, bakat teknik, dan sebagainya) dan bakat umum (inteligensi).
Hasil
belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk
tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes
atau bukan tes.[24]
Alat-alat nontes tersebut misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check
list dan rating scale.
[1]
Nana Sudjana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 35.
[2] M.
Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 109.
[3]
Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1998), 21.
[4]
Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 195.
[5]
Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), 190.
[6]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 28-29.
[8]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 29
[9]
Ibid., 32-35
[10]
Sarwiji Suwandi. Model Asesmen dalam Pembelajaran. (Surakarta: Yuma
Pustaka, 2011), 163.
[11]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 43.
[12] Ibid.,
45.
[13]
Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu keguruan. (Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1986), 91.
[14]
Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
[15]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 49-52.
[16] Ibid.,
54.
[17] Suharsimi
Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara, 2010),
116.
[18]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 54.
[19] Ibid.,
56.
[20] Ibid.,
62-63.
[21] Ibid.,
60.
[22]
Mimin Haryati. Model dan Teknik penilaian pada Tingakat Satuan Pendidikan.
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 46.
[23]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 61.
[24]
Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran,
prinsip, teknik dan prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2010.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. Evaluasi
Pembelajaran. Jakarta: Multi Pressindo, 2008.
Haryati, Mimin. Model dan Teknik Penilaian
tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.
Roestiyah N.K.. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Anggota
IKAPI, PT Bina Aksara, 1982.
Sudjana, Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1995.
Suwandi, Sarwiji. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta:
Yuma Pustaka, 2011.
MODEL
PENILAIAN TES DAN NON TES
makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah
“MODEL PENILAIAN KELAS”
Disusun oleh:
Siang Suryaningtias 210311150
Dosen pengampu:
Drs. Ju’ Subaidi.
M.Ag
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
NOVEMBER 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang
merupakan kewajiban bagi setiap guru atau pengajar. Dikatakan kewajiban karena
setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada
lembaganya atau kepada siswa itu sendiri. Bagaimana dan sampai di mana
penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan
keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran yang telah diberikannya.
Untuk menilai sejauh mana penguasaan dan kemampuan siswa yang telah
dicapai maka digunakan model penilaian tes dan non tes. Dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai penilaian tes dan non tes.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Model Penilaian Tes?
2.
Bagaimana
Model Penilaian Non Tes?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penilaian
Tes
Tes sebagai
alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada
umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil
belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pengajaran. Sungguhpun demikian, dalam batas tertentu tes
dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif
dan psikomotoris.[1]
Ditinjau
dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:[2]
1.
Tes
Tertulis
Tes tertulis merupakan tes dimana
soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
Dalam menjawab soal siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis
kalimat jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk, memberi tanda, mewarnai,
menggambar, dan lain sebagainya.[3]
a.
Tes
esay
Secara garis besar ada dua bentuk evaluasi, yaitu tes esai (essay
test) dan tes obyektif (obyektive test). Menurut sejarah, yang ada
lebih dahulu adalah bentuk tes esai. Karena bentuk tes ini banyak kelemahannya,
maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk lain, yaitu tes obyektif.
Namun, tidak berarti bentuk esai ditinggalkan sama sekali. Tes esai dapat
digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh tes
obyektif. Tes esai sering disebut juga bentuk uraian karena menuntut anak untuk
menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara tersendiri.[4]
Guru yang menggunakan alat
tes yang berbentuk subjective test (penilaian uraian), dalam membuat
soal sekaligus dengan kunci jawaban dan pedoman penskorannya.[5]
Ada dua bentuk tes esai, yaitu uraian terbatas dan uraian tak
terbatas (bebas).
1.
Uraian
terbatas
Dalam
menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batasnya.
2.
Uraian
tak terbatas
Dalam
bentuk ini testi bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri.
Testi bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.[6]
b.
Tes
obyektif
Tes bentuk obyektif (obyektive test) menuntut siswa untuk
memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,
memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna.[7]
1.
Benar-salah
Bentuk
soal ini memiliki dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah atau ya dan
tidak.
2.
Pilihan
ganda
Bentuk
soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada
tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan dan pemahaman, sampai pada tingkat
berpikir tinggi seperti aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bentuk soal
terdiri dari item (pokok soal) dan option atau pilihan jawaban. Pilihan
jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).[8]
3.
Menjodohkan
Bentuk
menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.
4.
Jawaban
singkat dan melengkapi
Kedua bentuk
tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka
yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat
biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, suatu item
tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat.[9]
Skor penilaian yang diperoleh dengan
menggunakan berbagai bentuk tes tertulis perlu digabung menjadi satu kesatuan
nilai penguasaan kompetensi dasar dan standar kompetensi mata pelajaran. Dalam
proses penggabungan dan penyatuan nilai, data yang diperoleh dengan
masing-masing bentuk soal tersebut juga perlu diberi bobot, dengan
mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban.[10]
2.
Tes
Lisan
Tes lisan adalah tes yang
diselenggarakan secara lisan, artinya pertanyaan diajukan secara lisan dan
jawabannya juga secara lisan.[11]
Tes lisan dapat berbentuk seperti berikut:
a.
Seorang
penguji menilai seorang siswa.
b.
Seorang
penguji menilai sekelompok siswa.
c.
Sekelompok
penguji menilai seorang siswa.
d.
Sekelompok
peguji menilai sekelompok siswa.[12]
3.
Tes
Perbuatan
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang
menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Siswa
bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes perbuatan
ini dapat dilakukan secara kelompok dan dapat pula dilakukan secara individual.
Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok testi, sedangkan
secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang testi.[13]
Tes dikatakan efektif bila evaluasi
memenuhi kriteria:
1.
Relevansi
Evaluasi relevan dengan materi untuk mencapai tujuan.
2.
Balance (keseimbangan)
Evaluasi seimbang dengan perencanaan yang dibuat dalam blue-print
(kisi-kisi).
3.
Efisiensi
Jumlah pertanyaan dan waktu seimbang, tidak terlalu banyak waktu.
4.
Obyektifitas
Orang lain menyetujui kebenarannya.
5.
Spesifikasi
(kekhususan)
Pelajaran harus mempunyai kekhususan untuk dites.
6.
Tingkat
kesukaran
Setiap evaluasi memiliki tingkat kesukaran/kemudahan tes. Maka tes
harus sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
7.
Penggolongan
untuk murid yang baik dan yang kurang
Dengan tes dapat dilihat perbedaan murid yang kurang dan yang baik.[14]
B.
Penilaian
Non tes
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik
melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat
nontes atau bukan tes.[15] Alat-alat
nontes tersebut diantaranya yaitu:
1.
Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk
mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki.
Kebaikan observasi
a.
Observasi
merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena-fenomena.
b.
Observasi
cocok untuk mengamati orang yang selalu sibuk.
c.
Banyak
hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan
observasi.
d.
Tidak
terikat dengan laporan pribadi.
Kelemahan
observasi
a.
Seringkali
pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang
kurang menyenangkan dari observer ataupun dari observe itu sendiri.
b.
Biasanya
masalah pribadi sulit diamati.
c.
Jika
proses yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jemu.[16]
2.
Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik
pengumpulan dan pencatatan data, informasi, dan atau pendapat yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan sumber
data.
Keuntungan
wawancara adalah:
a.
Dapat
dilaksanakan langsung kepada orang yang akan diwawancarai sehingga data
informasi yang diperoleh dapat diketahui obyektifitasnya.
b.
Dapat
memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket.
c.
Pelaksanaan
wawancara lebih fleksibel dan dinamis.
Kelemahan
wawancara adalah:
a.
Jika
anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
b.
Adakalanya
terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan.
c.
Sering
timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari
pewawancara, karena itu perlu adaptasi diri antara pewawancara dengan yang
diwawancarai.[17]
3.
Skala
sikap
Ada satu cara untuk mengukur sikap,
yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala
Likert, subjek tidak disuruh memilih pertanyaan-pertanyaan yang positif saja,
tetapi memilih juga pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap item dibagi
kedalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju,
sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0,
sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0,1,2,3, dan 4.[18]
Penilaian sikap dapat dilakukan
berkaitan dengan berbagai obyek sikap, seperti sikap terhadap mata pelajaran,
sikap terhadap guru, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap terhadap materi
pelajaran, sikap berhubungan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam
diri peserta didik melalui materi tertentu.[19]
4.
Angket
Angket termasuk alat untuk
mengumpulkan data dan mencatatkan data atau informasi, sikap, dan paham dalam
hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam
implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara
dilaksanakan secara lisan.
Metode angket mendasarkan diri pada
laporan tentang diri sendri (self reports). Adapun asumsi yang digunakan dalam
menggunakan metode ini ialah
a.
Subyek
adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
b.
Apa
yang dinyatakan subjek kepada evaluator adalah benar dan dapat dipercaya.
c.
Interpretasi
subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya adalah sama
dengan apa yang dimaksudkan oleh evaluator.[20]
Keuntungan angket:
a.
Responden
dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peniliti
atau penilai, dan waktu relatif lama sehingga obyektivitas dapat terjamin.
b.
Informasi
atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen.
c.
Dapat
digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang
dijadikan sampel.
Kelemahan
angket:
a.
Ada
kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
b.
Hanya
diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja.
c.
Responden
hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.[21]
5.
Check list
Check list adalah suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Check list dapat menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap
kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap yang penting. Ada
bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek,
kemudian observer tinggal memberi tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut
sesuai dengan hasil pengamatannya.[22]
Kelemahan cara ini adalah penilai
hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak
dapat diamati, baik-tidak baik. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah,
namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar.[23]
6.
Rating scale
Dalam check list kita hanya
dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam rating
scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan.
Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu,
tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin
mengukurnya.[24]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan
(tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan
(tes tindakan).
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik
melalui bentuk tes uraian maupun tes obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh
alat-alat nontes atau bukan tes. Alat-alat nontes tersebut diantaranya yaitu:
1.
Observasi
2.
Wawancara
3.
Skala
sikap
4.
Angket
5.
Check list
6.
Rating Scale
[1]
Nana Sudjana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 35.
[2] M.
Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 110.
[4] Zainal
Arifin. Evaluasi Instruksional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998),
28-29.
[5]
Mimin Haryati. Model dan Teknik penilaian pada Tingakat Satuan Pendidikan.
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 53.
[6]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 29
[7] Ibid.,
32.
[8]
Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 196.
[9]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 38-40.
[10]
Sarwiji Suwandi. Model Asesmen dalam Pembelajaran. (Surakarta: Yuma
Pustaka, 2011), 165.
[11]
Suharsimi Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara,
2010),114.
[12]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 43.
[13] Ibid.,
45.
[14]
Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu keguruan. (Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1986), 91.
[15]
Nana Sudjana. Penilaian…, 67.
[16]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 49-52.
[17] Ibid.,,
54.
[18] Ibid.,
56.
[19]
Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran, prinsip, teknik dan prosedur.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 191.
[20]
Suharsimi Arikunto. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi AKsara,
2010), 116.
[21] Zainal
Arifin. Evaluasi…,62-63.
[22] Ibid.,
60.
[23] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi…,
100.
[24]
Zainal Arifin. Evaluasi…, 61.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran,
prinsip, teknik dan prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2010.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. Evaluasi
Pembelajaran. Jakarta: Multi Pressindo, 2008.
Haryati, Mimin. Model dan Teknik Penilaian
tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.
Roestiyah N.K.. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Anggota
IKAPI, PT Bina Aksara, 1982.
Sudjana, Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1995.
Suwandi, Sarwiji. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta:
Yuma Pustaka, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar