MENGANALISIS
Q.S LUQMAN (31): 13-14 DAN Q.S AL-BAQARAH (2): 83 SERTA HADITS TENTANG SALING
MENASIHATI DAN BERBUAT BAIK (IHSAN), MEMAHAMI MAKNA IMAN KEPADA HARI
AKHIR, MEMAHAMI MAKNA IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas matakuliah
“STUDI MATERI PAI”
Disusun oleh:
Siang Suryaningtias : 210311150
Kelas :
Tb. E
Dosen pengampu:
Erwin Yudi Prahara, M. Ag
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
JUNI 2014
MATERI
A.
Menganalisis
Q.S Luqman (31): 13-14 dan Q.S al-Baqarah (2): 83 serta Hadits tentang Saling
Menasihati dan Berbuat Baik (Ihsan)
1.
Menganalisis
Q.S Luqman (31): 13-14
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
(Q.S Luqman:13)
Pada ayat diatas, Allah SWT
memperingatkan kepada Rasulullah SAW nasihat yang pernah diberikan kepada
putranya, waktu ia memberi pelajaran kepada putranya itu. Nasihat itu ialah: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Dari ayat ini dipahami bahwa
diantara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan
pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat menempuh jalan yang benar dan
menjauhkan mereka dari kesesatan.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S.
Luqman:14)
Pada ayat diatas,
Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya,
dengan mencontoh dan melaksanakan haknya.[1]
2.
Menganalisis
Q.S al-Baqarah (2): 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي
إِسْرَائِيلَ لاَ تَعْبُدُونَ إِلاَّ اللّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْناً
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلاَّ قَلِيلاً
مِّنكُمْ وَأَنتُم مِّعْرِضُونَ
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu
bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu,
dan kamu selalu berpaling”. (Q.S. al-Baqarah: 83)
Pada ayat diatas, Allah mengingatkan
Nabi Muhammad SAW, ketika Dia menetapkan atas Bani Israil janji yang harus
mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah
SWT, perintah berbuat kebajikan kepada orang tua dengan mengasihi, memelihara
dan menjaganya dengan sempurna serta menuruti kemauannya selama tidak menyalahi
perintah Allah, berbuat baik kepada kerabat, orang miskin, anak yatim.
Kemudian, Allah menyuruh mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia
serta memerintahkan kepada Bani Israil untuk melaksanakan shalat dan zakat,
seperti yang digariskan Allah untuk mereka.[2]
3.
Hadits
Saling Menasihati
إِذَا
اسْتَنْصَحَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَه
Artinya: “Bila
salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya (yang
diminta) memberi nasihat.” (HR. Bukhari)
Di antara
hak seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat oleh
saudaranya tentang sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus
menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang baik dan benar.
Pemberian
nasihat merupakan pengingatan, dorongan dan pemberitahuan bahwa kita satu
sasaran dan satu tujuan akhir. Semua orang senantiasa bersama-sama dalam
menanggung beban dan mengusung amanat. Bila saling menasihati ini kita lakukan
bersama-sama, di mana berbagai kecenderungan individu bertemu dan saling berinteraksi,
maka akan menjadi berlipat gandalah kekuatan kita untuk menegakkan kebenaran.[3]
4.
Hadits tentang Berbuat baik (Ihsan)
عَنْ
أَبِيْ يَعْلَى شَدَادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ عَنْ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ
عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا القَتْلَةَ وَإِذَاذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا
الذَّبْحَةَ وَلِيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحَّ ذَبِيْحَتَهُ (رَوَاهُ
مُسْلِمٌ)
Artinya: “Dari Abi Ya’la
Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam,
beliau bersabda: Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat terhadap segala sesuatu.
Jika kalian membunuh (dengan hak), maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika
kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah salah
seorang dari kalian menajamkan pisaunya serta melegakan sembelihannya.”
(HR. Muslim).
Berbuat
kebajikan (ihsan) itu ada dua macam:
a.
Berbuat baik dalam beribadah kepada Sang
Pencipta, dengan menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Jika pun tidak
melihat-Nya, maka Allah melihatnya. Yakni bersungguh-sungguh dalam menunaikan
hak-hak Allah secara Ikhlas, dan menyempurnakannya.
b.
Berbuat baik berkenaan dengan hak-hak mahluk.
Berbuat baik pada dasarnya adalah wajib, yaitu anda menunaikan
hak-hak mereka yang wajib, seperti berbakti kepada orang tua, menyambung
silaturahmi, dalam berlaku adil dalam segala muamalat, dengan memberikan semua
hak yang diwajibkan atas anda, sebagaimana kamu mengambil apa yang menjadi hakmu
secara penuh.
B.
Memahami
Makna Iman Kepada Hari Akhir
1.
Pengertian
Iman Kepada Hari Akhir
Hari kiamat adalah hari di binasakan
dan di hancurkan alam semesta yang merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia
menujunkehidupan kekal di akhirat. Lalu Allah menciptakan alam lain yaitu alam
akhirat.
Pada alam itu, manusia di bangkitkan
dari kematian untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup
di dunia. Oleh sebab itu, barang siapa yang kebaikannya melebihi keburukannya,
tentulah oleh Allah akan di masukkan ke dalam surga. Barang siapa yang
keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya, ia akan di masukkan ke dalam
neraka.
Iman kepada hari akhir merupakan unsur
terpenting di samping kepercayaan kepada Allah . Iman kepada hari kiamat adalah
meyakini dengan sepenuh hati datangnya hari kiamat dan munculnya alam akhirat
tempat manusia mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup di
dunia di hadapan Allah SWT. Hal itu merupakan salah satu sendi dalam rukun
iman. Setiap muslim wajib mempercayainya,dan kafir bagi yang mengingkarinya.[4]
2.
Macam-macam
Hari Kiamat
Para
ulama membagi kiamat menjadi dua macam, yaitu kiamat sugra dan kiamat kubra.
a. Kiamat
Sugra adalah kiamat kecil, yaitu berakhirnya kehidupan masing-masing makhluk.
Setiap makhluk yang hidup akan menemui kematian. Binatang-binatang akan mati
setelah masa hidupnya selesai. Tumbuh-tumbuhan juga akan mengalami hal yang
serupa.
b. Kiamat
Kubra adalah kiamat besar, yaitu musnahnya alam semesta beserta segala isinya
secara serempak atau berakhirnya seluruh kehidupan makhluk alam ini secara
serempak.[5]
3. Kehidupan
sesuadah hari kiamat
Setelah
kiamat berlalu,manusia akan menjalani kehidupan selanjutnya.Fase –fase
kehidupan itu adalah sebagai berikut :
a. Yaumul-Ba’as
(hari kebangkitan dari kubur)
Kehidupan hari akhir dimulai dengan
yaumul-ba’as yaitu bangkitnya seluruh makhluk dari kuburnya. Semua manusia,
sejak manusia yang pertama hingga manisia yang terakhir dibangkitkan dari
kubur. Kebangkitan itu ditandai dengan tiupan trompet malaikat israfil untuk
yang kedua kalinya.
b. Yaumul-Hasyr
(hari berkumpulnya manusia)
Setelah fase yaumul-ba’as, manusia digiring satu tempat lapang yang bernama
mahsyar. Disinilah seluruh bani adam dikumpulkan, mulai manusia yang pertama
sampai manusia yang terakhir. Tidak ada satu pun yang ketinggalan diantara
mereka.
c. Yaumul-Hisab
(hari perhitungan) dan Yaumul-Mizan
(hari penimbangan)
Setelah manusia berkumpul dipadang
mahsyar, manusia akan dihisab, dihitung, dan ditimbang amal perbuatanya. Hisab adalah perhitungan
semua amal manusia yang dilakukan selama hidupnya di dunia.
d.
Yaumul-Jaza
atau Yaumul-Fasl
Setelah
semua amal manusia dihitung dan ditimbang dengan teliti, tibalah saat yang
terakhir, yaitu putusan Allah SWT untuk memberi balasan. Inilah yang disebut
yaumul jaza’ (hari pembalasan) atau disebut juga yaumul fasl (hari keputusan).
Allah SWT pasti akan memberi balasan secara adil. Orang yang berbuat jahat
niscaya akan mendapat balasan yang tidak menyenangkan dan orang yang berbuat
kebaikan niscaya akan mendapat balasan yang menyenangkan.
e. Surga
dan Neraka
Setelah
mendapat keputusan dimana tempat mereka selanjutnya, manusia segera dibawa
kesurga dan neraka.
Surga adalah tempat yang
dipenuhi oleh berbagai macam kenikmatan. Tempat tersebut disediakan Allah SWT
untuk para hamba yang berbakti dan taat kepada-Nya. Penghuni surga disebut ashabul-jannah.
Neraka
adalah
tempat siksaan dan menjadi balasan bagi orang-orang yang berbuat dosa dan
kesalahan. Neraka merupakan tempat yang disediakan Allah SWT untuk menyiksa
iblis, jin dan manusia yang membangkang terhadap ketentuan-Nya sebagai
pembalasan yang setimpal.[6]
4. Hikmah
Iman pada Hari akhir
a. Mendorong
manusia untuk lebih tekun beribadah dan berbuat kebajikan.
b. Semua
amal didunia akan dipetik hasilnya di akhirat nanti.
c. Hari
kiamat menjadikan manusia takut melakukan kejahatan karena adanya siksa api
neraka.
C.
Memahami
Makna Iman kepada Qadha dan Qadar
1.
Pengertian
Iman kepada Qadha dan Qadar
Qadha menurut bahasa memiliki beberapa makna yang berbeda menurut
perbedaan struktur kalimatnya, diantaranya berarti hukum, perintah, kabar.[7]
Adapun qadha secara istilah adalah ketetapan Allah sejak zaman azali
sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan
makhluk.
Adapun pengertian qadar
secara bahasa adalah kepastian, peraturan, dan ukuran. Menurut istilah, qadar
adalah perwujudan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan bentuk
yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Beriman kepada qadha dan qadar
ialah bahwa setiap manusia wajib mempunyai itikad atau keyakinan yang
sungguh-sungguh bahwasannya segala sesuatu yang dilakukan oleh seluruh makhluk,
baik yang sengaja, ataupun yang tidak di sengaja telha ditetapkanoleh Allah SWT
sejak zaman azali dan sudah ditulis did alam Lauhul Mahfudz (papan tulis yang
terpelihara). Jadi, semua yang terjadi di dunia ini telah di ketahui oleh Allah
SWT jauh sebelum hal itu terjadi.[8]
2.
Bukti-bukti
adanya Qadha dan Qadar
Bukti adanya qada’ dan qadar dapat dilihat pada alam
ini, termasuk pada diri manusia. Kapan dan dimana manusia lahir, manusia tidak
dapat memilihnya. Ketika lahir kedunia, manusia tidak bisa memilih ibu dan
bapak, tidak bisa memilih bangsa dan tanah air. Bahkan manusia tidak dapat
memilih jenis kelamin laki-laki atau perempuan serta bentuk dan rupa dirinya
sendiri. Semua itu telah ditakdirkan Allah SWT dan manusia tinggal menerimanya
saja.
Bukti yang lain adalah ketentuan yang berhubungan
dengan soal mati. Datangnya kematian merupakan misteri bagi semua makhluk.
Kematian berada diluar kekuasaan makhluk dan semua makhluk tinggal menerimanya
saja.
Benda-benda dialam ini, seperti matahari, bumi,
bulan, bintang-bintang dan planet-planet juga menjadi bukti yang lain. Semua benda
itu memiliki takdir yang tidak dapat dilanggarnya. Bumi bergerak mengikuti
matahari dalam jangka waktu tertentu. Begitu juga planet-planet dan
bintang-bintang lainnya. Semuanya berjalan teratur diangkasa raya sesuai dengan
ketentuan umum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Semua itu disebut sunnatullah.[9]
3. Fungsi
iman kepada Qada’ dan Qadar
Untuk
meningkatkan keimanan, seseorang perlu memahami fungsi iman kepada Qada’ dan
Qadar berikut ini:
a. Iman
kepada qada’ dan qadar akan membuat seseorang semakin mantap dalam meyakini
bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha
Mengetahui, Maha Adil dan Maha Bijaksana.
b. Iman
kepada qada’ dan qadar akan menumbuhkan kesadaran kepada umat manusia bahwa
segala sesuatu yang ada didalam semesta ini berjalan sesuai dengan
kebijaksanaan dan ketentuan Allah SWT.
c. Iman
kepada qada’ dan qadar akan mendorong manusia untuk melakukan
penelitian-penelitian terhadap benda-benda alam dan hukum-hukum Allah SWT yang
kemudian dirumuskan dalam berbagai teori ilmu pengetahuan.
d. Iman
kepada qada’ dan qadar akan menumbuhkan sikap terpuji, sabar, bersyukur,
bertawakkal, raja’, qanaah, optimis, dinamis, inovatif dan kreatif.
e. Iman
kepada qada’ dan qadar akan menghilangkan sikap tercela, seperti sombong, kufur
nikmat, iri hati, dengki, pesimis dan statis.[10]
[1] Sonhadji,
Zaini Dahlan, Chamim Prawiro. Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 7.
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1987), 631-637.
[2] Sonhadji, Zaini
Dahlan, Chamim Prawiro. Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 1. (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1987), 158-163.
[4] Rosihan Anwar.
Akidah Akhlak, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2008), 173-174.
[5]
Khuslan haludhi dan
Abdurrohim. Pendidikan Agama Islam, (Malang:Pt
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2012),31-33.
[6]
Khuslan haludhi dan
Abdurrohim. Pendidikan Agama Islam, (Malang:Pt
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2012),36-39.
[7]
Agus Hasan
Bashori. Kitab Tauhid 2.(Jakarta:Darul Haq,2006). 153.
[8]
Rosihan Anwar. Akidah
Akhlak, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2008), 189-191.
[9] Ibid., 152-153.
[10] Khaludhi Khuslan dan Abdurrohim,
Pendidikan Agama Islam, (Malang:Pt Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri,2012),, 159
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. Akidah Akhlak, Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2008.
Haludhi, Khuslan dan Abdurrohim. Pendidikan Agama Islam, Malang:Pt Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2012.
Hasan Bashori, Agus. Kitab Tauhid 2. Jakarta:Darul Haq,2006.
Zaini Dahlan, Sonhadji dan Prawiro, Chamim. Al-Qur’an dan
Tafsirnya, jilid 1. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1987.
Zaini Dahlan, Sonhadji dan Prawiro, Chamim. Al-Qur’an dan
Tafsirnya, jilid 7. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar